Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pembentukan 'Holding' Pertamina-PGN Dinilai Tergesa-Gesa

Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi VI DPR RI Siti Mukaromah menilai pembentukan perusahaan induk (holding) dua BUMN migas, yakni PT Pertamina (Persero) dan PT PGN (Persero) Tbk tergesa-gesa.

"'Pembentukan holding' Pertamina-PGN ini berdampak besar pada perekonomian dan hajat hidup orang banyak sehingga pemerintah mesti mengkajinya secara komprehensif dan hati-hati serta berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR," katanya di Jakarta, Senin (29/8/2016).

Menurut dia, setidaknya ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembentukan "holding" Pertamina-PGN.

Pertama, PGN merupakan perusahaan terbuka yang 43 persen sahamnya dimiliki publik, sementara Pertamina belum perusahaan terbuka.

"Jadi, kalau di-'holding' belum tentu mendapat tanggapan positif dari pemilik saham dan bisa jadi bumerang bagi PGN yang kini berkinerja cukup baik dan berkontribusi cukup besar bagi negara," ujarnya.

Lalu, lanjut politikus PKB tersebut, sampai saat ini, belum ada peta jalan (road map) tata kelola migas sehingga tidak terlihat apakah "holding" Pertamina-PGN itu diperlukan atau tidak.

Dari sisi payung hukum, menurut Siti, saat ini RUU BUMN sebagai revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 masih dalam pembahasan di Komisi VI DPR.

"Artinya, aturan terkait dengan perusahaan induk BUMN belum ada payung hukumnya," katanya.

Kalau mengacu pada UU No. 19/2003, kata dia, pembentukan "holding" akan tersandung beberapa persoalan, seperti status PGN yang akan berubah menjadi perusahaan non-BUMN.

"Dengan perubahan status itu, semestinya tidak begitu saja dibentuk 'holding'. Apalagi, PGN yang sahamnya sudah terbuka," ujarnya.

Ia juga mengatakan bahwa pembentukan "holding" Pertamina-PGN harus melalui konsultasi dengan DPR karena pendanaannya lewat APBN.

"Sampai kini, rencana 'holding' PGN-Pertamina ini belum dikonsultasikan ke DPR," katanya.

Syarat "Holding" Siti menambahkan bahwa pembentukan "holding" BUMN mesti memenuhi sejumlah persyaratan.

Pertama, "holding" tidak hanya sebatas aksi korporasi untuk menambah modal BUMN induk dan meningkatkan kapasitas pendanaan atau agar bisa berutang lebih banyak.

Kedua, sudah ada pemetaan antara BUMN yang sehat dan tidak efisien.

"BUMN sehat dan memiliki dampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan penyerapan kerja jangan sampai diindukkan dengan BUMN yang tidak efisien," katanya.

Syarat ketiga adalah sudah ada budaya perusahaan BUMN yang benar-benar kuat.

Selama ini, lanjut dia, mental pemegang saham BUMN masih seperti pejabat yakni punya wewenang. Namun, cenderung tidak bertanggung jawab dan tidak ada jiwa korporat.

"Maka, hal ini harus diperbaiki," katanya.

Selanjutnya, syarat lainnya adalah perlu payung hukum yang jelas, ketat, dan benar-benar melindungi BUMN.

Terakhir, perlu diperjelas peran BUMN dalam tiga kategori sebagaimana yang diusulkan BPK.

Kategori pertama adalah peran strategis, yakni BUMN dengan ruang lingkup dan aset yang berkaitan dengan kebutuhan pengembangan potensi dalam negeri seperti PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad.

"Lalu, peran komersial yakni BUMN yang mampu bertarung dengan swasta, termasuk asing," katanya.

Selain itu, peran PSO yakni BUMN yang melakukan tugas negara dalam mengemban amanat hajat hidup orang banyak. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: