Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berdampak PHK, Serikat Pekerja Indonesia Desak Jokowi Hentikan GTO

Warta Ekonomi, Jakarta -

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) mendesak Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan PT Jasa Marga (Persero) guna menghentikan pelaksanaan gardu tol otomatis (GTO) di seluruh Indonesia karena berdampak di PHK-nya ribuan pekerja tol.

"Otomatisasi gardu tol ternyata hanya untuk kepentingan bisnis semata tanpa memperhatikan kewajiban negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyat Indonesia," kata Presiden Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mira Sumirat di Jakarta, Selasa (27/9/2016).

Kenyataan ini sangat ironis, ketika pemerintah mengklaim telah menciptakan berbagai lapangan pekerjaan dan mengurangi angka pengangguran, tapi di lain pihak justru BUMN juga menciptakan pengangguran baru dengan jumlah 25.000 orang belum termasuk keluarganya.

Lanjut Mira, otomatisasi gardu tol dilakukan dengan alasan untuk mempercepat waktu transaksi, sesungguhnya opini yang ingin dibangun oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Menteri Perhubungan, hanya ingin memuluskan rencana PHK massal perkerja jalan tol di seluruh Indonesia.

Justru sebaliknya para pekerja jalan tol yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Jalan Tol Seluruh Indonesia (APJATSI) yang berasal dari perusahaan pengelola jalan tol baik BUMN (badan usaha milik negara), anak perusahaan BUMN, maupun perusahaan swasta akan melakukan berbagai program kerja terkait upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja jalan tol di Indonesia.

Aspek Indonesia menduga bahwa otomatisasi gardu tol hanya untuk kepentingan bisnis pihak tertentu, karena teknologi seharusnya bukan untuk mengorbankan orang atau pekerja namun harus memudahkan.

"Masyarakat harus mewaspadai pengambilan paksa dana masyarakat berkedok otomatisasi gardu tol. Pemilik dan pengguna e-toll tanpa sadar uangnya telah diambil paksa oleh pihak pengelola jalan toll dan oleh bank yang menerbitkan kartu e-toll,"ujarnya.

Mira mencontohkan bila masyarakat membeli kartu e-toll seharga Rp50.000 sebenarnya nilai rilnya hanya Rp30.000, sehingga Aspek mempertanyakan ke mana selisih Rp20.000 tersebut. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: