Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hak Jawab dan Koreksi Mantan Komisioner KPI Azimah Subagijo

Warta Ekonomi, Jakarta -

Terkait soal dugaan pelanggaran etika oleh salah seorang anggota KPI periode 2013-2016 dalam pemberitaan Dewan Kehormatan KPI Putuskan Azimah Subagijo Langgar Etika yang dimuat tanggal 28 Juli 2016. Oleh karena itu, Azimah Subagijo memberikan klarifikasi dengan cara mendatangi kantor Redaksi Warta Ekonomi di Jakarta, Selasa (27/9/2016) secara langsung.

Klarifikasi Azimah tersebut untuk memenuhi hak jawab dan hak koreksi sesuai Kode Etik Jurnalistik sebagaimana tertulis dalam SK Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006.

Dalam pertemuannya dengan redaksi, Azimah menyampaikan bahwa dirinya yang menjadi komisioner KPI dua periode dengan dipilihnya lagi sebagai komisioner lewat fit and proper test di DPR.

Sementara itu, Azimah memaparkan soal tudingan dirinya yang melanggar aturan perundang-undangan karena menjadi anggota MKGR, dia mengaku itu bukan suatu pelanggaran. Sebab, MKGR adalah organisasi kemasyarakatan.

Berikut ini klarifikasi untuk hak jawab, dan koreksi Azimah Subagijo, yang dimuat dengan seutuhnya, dan sangat panjang lebar, seperti di bawah ini:

Dengan ini saya, Azimah Subagijo, Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2013-2016 dan telah purna tugas dari KPI sejak 27 Juli 2016; mendesak portal WartaEkonomi.co.id untuk memenuhi hak jawab dan hak koreksi serta permohonan maaf atas ketidakakuratan pemberitaan media ini pada tanggal 28 Juli 2016 dengan judul Dewan Kehormatan KPI Pustuskan Azimah Melanggar Etika yang cenderung menyudutkan dan merusak nama baik saya.

Beberapa hal yang muncul dalam pemberitaan di WartaEkonomi.co.id tanggal 28 Juli 2016   (Dewan Kehormatan KPI Putuskan Azimah Subagijo Langgar Etika) yang terlihat jelas-jelas merugikan saya adalah:

1. WartaEkonomi.co.id tidak menulis berita ini secara berimbang. Tidak ada upaya dari pihak redaksi untuk memberikan ruang/kesempatan yang sama kepada saya tentang pemberitaan yang jelas-jelas bermuatan negatif tentang saya.

2. WartaEkonomi.co.id menulis berita ini tanpa menguji tentang kebenaran informasi atau melakukan check and recheck.

3. WartaEkonomi.co.id juga cenderung menulis berita ini dengan mencampurkan antara fakta dan opini atas pemberitaan sebelumnya yang juga tidak benar (lihat klarifikasi saya tanggal 9 Mei 2016).

Selain catatan di atas, saya juga dalam kesempatan ini akan mengungkapkan beberapa fakta yang dalam pemberitaan WartaEkonomi.co.id muncul dan cenderung menyesatkan. Beberapa fakta tersebut yaitu:

1. Melanggar Etika

Frasa ini terdapat mulai dari judul berita (Dewan Kehormatan KPI Putuskan Azimah Melanggar Etika), dan juga pada paragraf II: “Ketua Dewan Kehormatan KPI yang juga anggota Komisi I DPR RI, Supiadin mengatakan Dewan Kehormatan KPI sudah mengambil keputusan terkait laporan dugaan pelanggaran etika oleh salah seorang anggota KPI, Azimah Subagijo.”.(alinea 1).

Dua frasa yang terdapat pada judul dan kalimat di alinea pertama ini jelas menyesatkan. Hal ini karena sampai sekarang KPI tidak atau belum memiliki kode etik untuk mengatur secara moral (etika) perilaku anggotanya.

2. DK KPI Memutuskan, Mengambil Keputusan, Putusan Sudah Diserahkan

Frasa terkait DK KPI memutuskan, telah mengambil keputusan, atau putusan telah diserahkan, cenderung menyesatkan. Sebagaimana yang terdapat pada alinea pertama sampai dengan alinea keempat. Hal ini karena sesungguhnya putusan Dewan Kehormatan hanyalah berupa rekomendasi kepada Pleno KPI. Berdasarkan Peraturan KPI no 1/2014 Pasal 41 ayat (6) dikatakan: “Putusan Dewan Kehormatan KPI merupakan rekomendasi Dewan Kehormatan yang selanjutnya diserahkan pada ketua KPI untuk dibahas pada Rapat Pleno.” Tidak ada ketentuan lain terkait putusan DK KPI. Sehingga penyampaian secara luas dan terbuka melalui media massa di saat KPI Pusat saja belum memutuskan apa-apa tentang saya, tentu cenderung menyesatkan. Termasuk juga tidak pada tempatnya keluar pernyataan dari Supiadin yang menyatakan bahwa: ”Kami tetap perlu mengambil keputusan sebagai pembelajaran bahwa apa yang telah dilakukan Azimah adalah salah dan tidak boleh lagi terulang di masa datang sehingga anggota-anggota KPI yang baru tidak melakukan pelanggaran yang sama,”.Mengingat bahkan hingga Presiden menandatangani SK pemberhentian kami secara terhormat sebagai anggota KPI Pusat 2013-2016 pada tanggal 27 Juli 2016, saya tidak menerima putusan apapun dari KPI Pusat.

3. Melanggar UU

Kader Partai Politik PKS dan tercatat sebagai pengurus Ormas MKGR yang tak lain adalah underbow Partai Golkar, serta dilaporkan oleh LSM karena dianggap kerap menyalahgunakan jabatan dengan meminta-minta fasilitas dari industri televisi. Frasa yang muncul dalam alinea terakhir ini menurut saya sangat menyesatkan. Karena semua hal yang dituliskan dalam pemberitaan selama ini, baik oleh media online resmi maupun media sosial dan juga tuduhan oleh oknum yang mengatasnamakan dari organisasi LMPS sudah saya bantah berdasarkan klarifikasi tanggal 9 Mei 2016 yang telah saya sampaikan di Rapat Pleno KPI Pusat dan juga saya sampaikan ke beberapa media online, dan juga media sosial saya sendiri beberapa hari setelahnya (lihat klarifikasi Azimah Subagijo tertanggal 9 Mei 2016) termasuk sudah saya bantah saat DK KPI meminta keterangan pada saya tanggal 25 Juli 2016. Adapun petikan klarifikasi tertulis saya antara lain adalah sebagai berikut:

"Untuk tuduhan bahwa saya telah mencederai keanggotaan saya di KPI Pusat, karena melanggar persyaratan non partisan, sebagaimana ditetapkan Pasal 10 ayat (1) huruf j Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dapat saya jelaskan sebagai berikut: Bahwa sejak proses rekrutmen Anggota KPI Pusat, saya telah menandatangani surat pernyataan non partisan sebagai salah satu syarat. Kata ‘partisan’ diartikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online sebagai pengikut partai, golongan atau paham tertentu. Proses rekrutmen Anggota KPI Pusat menegaskan dengan standar judul beserta isi surat pernyataan, bahwa yang dimaksud non partisan adalah ‘tidak menjadi anggota partai politik’. Kita bisa mengkonfirmasi pengertian demikian, bahkan dalam persyaratan rekrutmen Anggota KPI (Pusat) terbaru, yang memberi judul surat pernyataannya adalah ‘Surat Pernyataan Tidak Menjadi Anggota Partai Politik’, dengan sebagian isi pernyataannya berbunyi:

'Menyatakan dengan sebenarnya bahwa saya saat ini sampai dengan berakhirnya masa jabatan jika terpilih menjadi Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2013-2016, tidak menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Sampai saat ini saya tidak menjadi anggota partai politik manapun. Saya tercatat sebagai pengurus Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Periode 2015-2020, yang merupakan salah satu organisasi kemasyaratan (ormas), dan bukan partai politik.

Saya juga membantah telah melakukan penyalahgunaan wewenang, yang tanpa bukti memadai telah diberitakan media online Berita Satu (29 April 2016, Pukul 18:21 WIB), yang menyebut bahwa komisioner KPI berinisial AS --yang tentunya ditujukan kepada saya mengingat tidak ada Anggota KPI Pusat lain berinisial sama, meminta uang puluhan juta kepada lembaga penyiaran. Net TV bahkan telah menjawab ketidakbenaran isu bahwa saya menerima dari Net TV untuk kepentingan pribadi, sehubungan dengan terselenggaranya kegiatan bedah buku saya yang berjudul ‘Ketika Layar Lebar Hadir di Televisi’.

Apalagi jika tuduhan penyalahgunaan wewenang itu dikaitkan dengan proses perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) 10 (sepuluh) Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Televisi Induk Sistem Stasiun Jaringan (SSJ). Tuduhan yang sangat dilebih-lebihkan, mengingat dalam skema perpanjangan IPP, sama dengan Permohonan IPP baru, KPI memiliki peran sebagai pendamping bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Secara internal KPI juga, suara KPI tidak bisa disederhanakan hanya menjadi suara individual Anggota KPI tertentu saja. Setiap keputusan KPI merupakan keputusan secara kolegial Anggota KPI. KPI melibatkan hampir seluruh Anggotanya, baik KPI Pusat maupun KPI Daerah terkait, sejak dari awal proses permohonan/perpanjangan. Maka tidak masuk akal untuk melebih-lebihkan wewenang saya secara individu, dimana secara internal KPI sendiri telah dibuatkan tim khusus, dengan Term of Reference (TOR) dan regulasi yang telah ditetapkan. Maka jika tuduhan itu benar, harus dibuktikan adanya upaya-upaya pribadi saya mempengaruhi Anggota KPI lain dalam penilaian/evaluasi proses perpanjangan IPP dimaksud.”

Demikian klarifikasi ini saya buat, saya berharap keterangan yang saya sampaikan ini dapat WartaEkonomi.co.id tindak lanjuti sebagai suatu hak jawab dan hak koreksi dengan judul berita: "PERMINTAAN MAAF WartaEkonomi.co.id TERHADAP PEMBERITAAN TIDAK BENAR MENGENAI AZIMAH SUBAGIJO" sehingga saya memperoleh rasa keadilan dan masyarakat luas dapat mengetahui peristiwa yang sebenarnya.

Jakarta, 26 September 2016

Azimah Subagijo

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: