Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Smart City' Bisa Timbulkan Masalah Jika Hanya Fokus IT

'Smart City' Bisa Timbulkan Masalah Jika Hanya Fokus IT Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan 'smart city' atau kota cerdas tidak berarti pembangunan difokuskan bidang teknologi informasi (IT), tapi aspek lain seperti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat dan juga terjaganya lingkungan.

"Kenapa kita pakai kata 'smart'? Kami tidak ingin yang terjadi kalau kita terlalu fokus kepada siber dan digitalnya atau fokus kepada IT, nanti akan ada masalah yang sangat serius yaitu ketimpangan yang luar biasa," ujar Bambang dalam acara Indonesia Broadcasting Expo Ke-3 bertemakan 'Smart City' di Jakarta, Jumat (21/10/2016).

Ketimpangan tersebut, lanjut Bambang, baik ketimpangan pendapatan, ketimpangan intelektualitas, dan ketimpangan gaya hidup antar satu kelompok masyarakat yang sudah sangat maju informasi teknologinya dengan masyarakat yang bahkan sekedar bertahan hidup saja sangat sulit.

"Masyarakat yang 'unfortunately' (sayangnya) mayoritas di perkotaan ini, jangankan mikirin IT, mikirin hidup, mencari makan, mencari tempa tinggal yang layak pun sulit, dan mendapatkan pelayanan kebutuhan dasar pun tidak mudah. Saya tidak ingin ini menjadi ciri kota masa depan dari Indonesia," ujar Bambang.

Oleh karena itu, Bambang menekankan, dari sekarang ketika kita mengembangkan digitalisasi di kota-kota itu harus disertai dengan penguatan standar pelayanan kota. Untuk mewujudkan kota cerdas, juga tidak membutuhkan waktu yang sebentar dan harus bertahap.

Pada 2025, masalah dasar seperti masalah sampah, air bersih, dan sanitasi, diharapkan sudah terselesaikan. Kemudian pada 2035, kawasan perkotaan diharapkan menjadi kota hijau dan berketahanan iklim yang artinya kota harus berkelanjutan (sustainable) dalam aspek lingkungan.

"Baru pada 2045 kita benar-benar menuju smart city. Jadi untuk bapak ibuk yang mungkin sehari-hari bergaul di dunia digital , tolong sabar, jadi jangan memaksakan smart city ini harus ada tahun depan atau bahkan lima tahun lagi," kata Bambang.

Apabila smart city dipaksakan terlalu cepat, dalam pengertian hanya fokus kepada digital, menurut Bambang, tingkat ketimpangan di perkotaan dikhawatirkan akan semakin tinggi.

"Kita tidak ingin ketimpangan ini diperlebar justru dengan penekanan berlebihan pada IT," ujarnya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: