Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Nilai Tukar Petani di Bali Turun 0,08 Persen

Nilai Tukar Petani di Bali Turun 0,08 Persen Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Denpasar -

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat sub sektor tanaman perkebunan rakyat (NTP-Pr) dalam membentuk nilai tukar petani (NTP) sebesar 105,38 persen pada bulan September 2016 atau menurun tipis 0,08 persen dibanding Agustus 2016.

"Penurunan tersebut dipicu indeks yang diterima petani (lt) yang naik sebesar 0,38 persen dan indeks yang dibayar petani (lb) naik lebih tinggi yakni 0,46 persen," kata Kepala BPS Provinsi Bali Adi Nugroho di Denpasar, Minggu (23/10/2016).

Dikatakan, beberapa komoditas perkebunan yang memberikan andil terhadap indeks yang diterima petani yakni kelapa. Pada sisi lain kenaikan indeks yang dibayar petani dipengaruhi oleh naiknya indeks konsumsi rumah tangga sebesar 0,51 persen. Selain itu biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) dalam subsektor perkebunan juga naik sebesar 0,31 persen, ujar Adi Nugroho.

Sementara Ketut Suardika,SE, seorang petani kopi di Banjar Kebon Jeruk Kauh, Desa Munduk Temu, Kecamatan Pupuan, Tabanan menjelaskan, produksi kopi pada kebun seluas empat hektare yang dikembangkannya dalam tahun 2016 merosot hingga 60 persen dibanding tahun sebelumnya.

Produksi kopi jenis robusta yang dikembangkan petani setempat tahun ini kurang menguntungkan karena merosot tajam. Petani setiap hektare pada musim panen tahun lalu menghasilkan 6-7 kwintal kini merosot menjadi 3-4 kwintal, disamping juga menurunnya kualitas kopi.

Pengembangan tanaman kopi robusta di Kecamatan Puputan umumnya dilakukan dengan sistim tumpang sari, yakni tanaman kopi dikombinasikan dengan budi daya cengkeh, kelapa, manggis dan kakao sebagai tanaman sela.

Ketut Suardika menjelaskan, merosotnya produksi kopi sebagai akibat dampak cuaca ekstrim, ditandai dengan tingkat curah hujan maupun kering yang tinggi, bahkan musimnya bergeser dari waktu yang biasanya terjadi sebelumnya.

"Padahal tanaman kopi memerlukan situasi cuaca yang sangat stabil, dalam artian ketika musim kemarau tanaman kopi memerlukan kondisi panas yang cukup, begitu pula ketika musim hujan memerlukan curah hujan yang tidak berlebih," katanya.

Adi Nugroho menambahkan, subsektor tanaman perkebunan merupakan salah satu dari lima subsektor yang menentukan pembentukan NTP Bali yang terdiri atas empat subsektor mengalami kenaikan dan satu subsektor menurun yakni tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,08 persen.

Keempat subsektor mengalami kenaikan selain subsektor tanaman perkebunan juga hortikultura sebesar 0,89 persen, tanaman pangan 0,21 persen, peternakan 1,51 persen dan subsektor perikanan 0,33 persen. NTP diperoleh dari perbandingan indeks yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, semakin tinggi NTP dan semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani, khususnya di daerah pedesaan.

"NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian terhadap barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga," ujar Adi Nugroho. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: