Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kementan Dorong Efisiensi Irigasi untuk Tingkatkan Produktivitas Padi

Kementan Dorong Efisiensi Irigasi untuk Tingkatkan Produktivitas Padi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong efisiensi usaha tani guna menekan biaya sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan produkivitas padi. Salah satunya ialah dengan mendorong efisiensi biaya pengairan penggantian sumber energi pompa dari bahan bakar minyak menjadi listrik yang mampu menghemat biaya pengairan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sekditjen PSP) Kementerian Pertanian Abdul Majid mengatakan, pihaknya membantu optimalisasi dan efisiensi pengairan pompa bagi petani yang memerlukan.

"Silakan petani melalui dinasnya mengusulkan (efisiensi pengairan pompa) ke Kementan," ujar Abdul dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (25/10/2016).

Dia mencontohkan, Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) Subur Makmur yang terletak di Desa Klotok, Kabupaten Tuban, Jawa Timur (Jatim) berhasil melakukan efisiensi pengairan pompa. Hasilnya, produktivitas padi di desa tersebut meningkat dari 2,5 ton menjadi 10-12 ton per hektare (ha) Gabah Kering Panen (GKP).

"Pola tanam di Desa Klotok sebelum adanya HIPPA adalah padi, palawija yang pada 1979 dan 1980-an produksi padinya masih sangat rendah, hanya berkisar 2,5 ton sampai 3,5 ton per ha. Ini karena pengairannya masih mengandalkan tadah hujan," paparnya.

Abdul menambahkan, air baku yang dimanfaatkan pada waktu itu berasal dari jaringan irigasi Beron yang ada di Kecamatan Rengel. "Sumber air jaringan irigasi Beron sangat terbatas dan tidak mampu untuk mengairi seluruh wilayah layanannya," tutur Abdul.

Pembina HIPPA Subur Makmur, Purwanto mengakui, awalnya HIPPA Subur Makmur pada 1991 mendapatkan bantuan berupa pompa air, rumah pompa, dan modal kerja sebesar Rp30 juta yang digunakan untuk operasional termasuk bahan bakar. Sayangnya pompa air yang berada dalam tanah, tepian Sungai Bengawan Solo,? sering terendam saat air sedang tinggi, sehingga membuat pompa tersebut rusak.

"Akhirnya timbul ide untuk mencari hutang dalam bentuk sapi dengan suku bunga, kalau Rp1 juta dalam satu bulan, maka bayarnya Rp1,5 juta. Setelah dijalani, dalam waktu satu kali musim panen hutang terlunasi. Bahkan masih menyisakan dana untuk operasional tanam berikutnya," jelas dia.

Dalam perkembangannya, pada 2011 dilakukan alih teknologi dari BBM ke tenaga listrik dengan biaya Rp744 juta. Sejalan dengan itu, wilayah kerja meluas. Jika pada 1991 hanya mampu mengairi 150 ha, kini HIPPA Subur Makmur mampu mengairi 638 ha lahan, dari 1.905 petani anggota.

"Seiring dengan itu, pola tanam disesuaikan, yakni padi-padi-bero. Saat kondisi tanah bero, saatnya melakukan perbaikan mesin, pembersihan saluran irigasi, dan tidak melakukan tanam padi hingga tiga. Ini selain untuk menjaga kesuburan tanah, juga untuk menghindari permainan harga saat panen raya," tutup Purwanto.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: