Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Depan Komisi VII, KPK Beberkan Potensi Kerugian Negara Hingga Triliunan Rupiah

Di Depan Komisi VII, KPK Beberkan Potensi Kerugian Negara Hingga Triliunan Rupiah Kredit Foto: Ferry Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi VII DPR menggelar Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna membahas potensi kerugian negara di sektor energi dan mineral, khususnya di pertambangan dan kelistrikan. Hadir dalam rapat ini, Ketua KPK Agus Rahardjo yang menjelaskan langsung jumlah potensi kerugian di dua sektor tersebut.

Mantan Ketua LKPP itu pertama memaparkan adanya potensi kerugian negara di sektor pertambangan dengan total Rp26, 2 triliun. Yang paling besar di sisi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB). Agus merinci sektor yang paling terbesar menyumbang kerugian negara ada di Izin Usaha Pertambangan (IUP).

"Di IUP nyaris sampai Rp3,8 triliun. Dan rincinannya ada sekitar 10.172 IUP dan sekitar 3.772 IUP bermasalah. Selain itu, ada pula piutang pemerintah karena Kontrak Karya itu Rp 280 miliar, sementara piutang dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara itu mencapai Rp22,1 triliun sehingga totalnya Rp26,2 triliun," kata Agus di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/10/2016).

Selain menyampaikan adanya potensi kerugian di sektor pertambangan, lembaga anti rasuah itu juga mengungkap potensi kerugian negara di sektor kelistrikan. Menurutnya, potensi kerugian terbesar ada di penetapan harga pembelian energi primer oleh pemerintah. Kata Agus dengan penetapan harga yang tidak fleksibel menyebabkan negara tidak bisa berhemat sebab sangat bergantung pada fluktuasi harga energi.

"Sehingga ketika harga energi untuk pembangkit listrik turun, negara tidak bisa berhemat. Ini sangat merugikan bagi PT PLN karena ketidakpastian," imbuhnya.

Kemudian KPK juga menemukan adanya kontrak Independent Power Producer (IPP) dari produsen listrik swasta yang umumnya tidak ideal. Di mana banyak hal di luar kontrol PLN menjadi tanggung jawab PLN. Ada juga di load capacity factor dari program kelistrikan Fast Track Program (FTP) I masih rendah secara umum yakni masih sekitar 60 persen. Alhasil, PLN harus menyewa pembangkit dan membakar BBM lebih banyak.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: