Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ditjen Pajak Didukung Keluar dari Kemenkeu, Ini Alasannya

Ditjen Pajak Didukung Keluar dari Kemenkeu, Ini Alasannya Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Lembaga kajian Perkumpulan Prakarsa sepakat dengan mendukung adanya wacana Direktorat Jenderal Pajak untuk keluar dari Kementerian Keuangan dan menjadi badan independen.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan mengatakan, apabila Ditjen Pajak dipisahkan dari Kementerian Keuangan dan menjadi lembaga sendiri di bawah Presiden, akan mempengaruhi kinerja pajak secara keseluruhan.

"Pertama, (dengan pisahnya Ditjen Pajak) meningkatnya otoritas untuk badan penerimaan negara tersebut. Karena semi otonom dan berbentuk badan, mereka memiliki kemampuan secara mandiri, untuk rekrutmen staf misalnya," ujar Maftuchan saat diskusi dengan wartawan di Jakarta, Jumat (9/12/2016).

Selain itu, lanjutnya, Ditjen Pajak juga akan mampu untuk melakukan upaya-upaya yang lebih kuat dalam meningkatkan wajib pajak baik dari sisi jumlah maupun kepatuhan, karena secara kelembagaan semakin kuat, memadai, dan otoritas yang dimiliki semakin besar (powerful).

"Dengan dipisahkan dari Kementerian Keuangan, secara umum governance (tata kelola) kita makin membaik karena memisahkan penerimaan negara dan perbendaharaan negara," katanya.

Maftuchan menambahkan, pihaknya juga mendesak adanya reformasi pengadilan pajak yang berada di bawah Kementerian Keuangan. Ia mengharapkan pengadilan pajak dikeluarkan dari Kementerian Keuangan dan berada di bawah Mahkamah Agung (MA).

"Ini jadi gelap gulita institusinya, kita tidak tahu apa yang terjadi. Di bawah Sekjen Kemenkeu dan hanya di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya kantornya, hakimnya sedikit, dan kasus melimpah ruah. Potensi kongkalikongnya tinggi," ujar Maftuchan.

Maftuchan meyakini, apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi-JK, maka akan bermanfaat bagi tata kelola penerimaan perpajakan ke depan.

"Kalau ini serius dilakukan oleh Jokowi, akan berdampak signifikan bagi pemerintah kita, akan ada benefit dari inisiatif tersebut. Tapi tentu ada transisi, tidak bisa di tahun pertama dan kedua langsung berubah," katanya.

Wacana pembentukan otoritas pengumpul pajak yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, sudah mengemuka sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2014.

Selain pendirian badan penerimaan pajak, wacana yang saat itu mengemuka adalah opsi untuk membentuk Badan Penerimaan Negara, yang menggabungkan seluruh jenis penerimaan, seperti pajak, bea cukai, serta penerimaan non-pajak lainnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan pentingnya institusi pajak yang kredibel dalam upaya reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan negara.

"Kita akan lihat dalam keseluruhan reformasi dan tentu saja kita akan konsultasi mendengar dari semua stakeholder. Seperti saya katakan membuat institusi pajak yang kredibel dan kuat itu penting sekali, dan apakah itu akan tertuang dalam UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) dalam bentuk tidak hanya badannya tetap juga dari sisi prosesnya, itu juga sangat penting," ujar Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Menurut Sri Mulyani, yang menjadi fokus bukanlah soal badan, melainkan bagaimana institusi pajak bisa melaksanakan fungsinya secara kredibel, bersih dan efektif.

Dalam konteks tersebut, Sri Mulyani menginginkan suatu badan yang kredibel, yang dihormati, memiliki reputasi yang baik, dan bisa menjadi lembaga pemungutan pajak yang dihormati dan disegani oleh masyarakat. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: