Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pencairan Dana JHT BPJS Ketenagakerjaan Akibat PHK

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Filosofi JHT yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan sebagai tabungan bagi pekerja saat memasuki usia pensiun, sangat penting untuk kesejahteraan para pekerja di masa tuanya. Perubahan regulasi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) no. 46 tahun 2015 yang berlaku pada 1 Juli 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua memungkinkan pekerja untuk mencairkan dana JHT yang mereka miliki tanpa melihat masa kepesertaan peserta yang sebelumnya diatur selama 5 tahun 1 bulan.

E. Ilyas Lubis, Direktur Perluasan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, dalam acara Dialog Nasional bersama Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di Jakarta (31/05/2016) mengatakan “tren pencairan dana JHT yang dilakukan pekerja pasca perubahan regulasi didukung pula oleh tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang meningkat tajam”. Katanya.

Berlakunya PP no. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP no. 46 Tahun 2015 dengan turunannya melalui Permenaker no. 19 Tahun 2015 merupakan faktor utama meningkatnya permintaan klaim JHT di hampir seluruh Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan data yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan, tercatat hingga 7500 permintaan klaim per hari sejak bulan November 2015 - Maret 2016, dengan jumlah Rp50-55 Milyar per hari pada periode Januari-Maret 2016. Kasus pencairan JHT tersebut meningkat 266% dari sebelum Permenaker No 19 diberlakukan.

"Fakta yang terjadi saat ini, sebanyak 5% dari para pekerja yang mengundurkan diri dan melakukan pencairan JHT, kembali bekerja. Dari 42.041 peserta yang bekerja kembali setelah mencairkan JHT, ternyata sebanyak 6.003 kembali bekerja di perusahaan yang sama, sementara sisanya bekerja di perusahaan lain, sehingga tabungan masa depan mereka dihabiskan, padahal tabungan itu sangat berguna bagi mereka di masa pensiun nanti” ungkap Ilyas.

Pencairan dana JHT didominasi oleh peserta dengan masa kepesertaan 1-5 tahun dan 5-10 tahun, dimana para peserta tersebut berada dalam usia produktif mereka untuk bekerja. Sementara di sisi lain, saldo JHT para pekerja berbanding lurus dengan masa kepesertaan yang mana akan dirasakan signifikan saat masa kepesertaan mencapai minimal 20 tahun.

Dilihat dari kelompok kerja, rata-rata peserta non aktif memiliki saldo yang relatif kecil dibanding kelompok kerja lainnya. Kesimpulannya adalah tenaga kerja non aktif berasal dari golongan yang memiliki upah rendah.

Hal ini berdampak pula pada profil maturitas kewajiban Dana Jaminan Sosial (DJS) yang sebelumnya dilakukan dengan jangka menengah-panjang menjadi menengah-pendek. Meskipun demikian, tingkat kesehatan keuangan DJS masih dalam batas aman, yaitu 99,39%.

“Hari tua yang sejahtera harus dipersiapkan dengan matang, salah satunya dengan mengembalikan fungsi JHT sesuai dengan filosofinya”, pungkas Ilyas.

Forum dialog ini juga dihadiri oleh TB Rachmat Sentika-Ketua Dewan Jaminan Sosial, Wahyu Widodo-Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Said Iqbal dan Yorris Riweyai, selaku Presiden KSPI dan Ketua Umum KSPSI.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: