Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kolom Yuswohady: Zero to One

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Peter Thiel, pendiri PayPal, membagi inovasi menjadi dua macam: “zero to one” dan “one to one”. Yang pertama menghasilkan sesuatu yang sama sekali baru, sesuatu yang fresh karena belum pernah ada sebelumnya. Sementara yang kedua memperbaiki sesuatu yang telah ada. Inovasi “zero to one” tentu saja jauh lebih rumit, karena tak ada satu pun orang yang pernah melakukannya.

Untuk mewujudkan inovasi “zero to one”, kita tak memiliki teori, formula, ataupun panduan yang bisa diikuti. Semuanya serba gelap, tak berpola, dan sarat ketidakpastian. Ini berbeda dengan inovasi “one to one”, di  mana kita cukup meniru atau menyempurnakan sesuatu yang telah ada.

Inovasi “zero to one” memang pekat dengan ketidakpastian sehingga sulit mewujudkannya. Namun, di balik kesulitan tersebut, ia menawarkan berbagai kemewahan. Ia menghasilkan pertumbuhan eksponensial yang luar biasa. eBay, Google, Facebook, atau YouTube mengalami pertumbuhan eksponensial yang tak tertandingi oleh perusahaan-perusahaan yang telah mapan sebelumnya. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, nilai pasar mereka telah mengungguli raksasa-raksasa yang telah berusia ratusan tahun macam GE atau Coca-Cola.

Tak hanya itu, inovator “zero to one” umumnya juga memonopoli pasar. Tak ada pesaing kedua atau ketiga yang mampu menandingi mereka. Google, PayPal, atau Amazon menjadi standar dan mendominasi seluruh industri. Layaknya mesin vacuum cleaner, seluruh pasar terisap oleh mereka. Mereka menjadi the first mover sekaligus the last mover di industri yang mereka masuki. Ujar Thiel, “They become creative monopolists that give customers more choices by adding entirely new categories of abundance to the world.” 

Inovasi “zero to one” juga menghasilkan produktivitas yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Ia menciptakan apa yang disebut Thiel: “perbaikan 10 kali”. Ketika Amazon muncul, ia bisa men-display buku berlipat-lipat lebih banyak dari toko buku mana pun di dunia. Ketika Wikipedia muncul, ia bisa menampung artikel berlipat-lipat lebih banyak dari Ensiklopedia Britannica. Ketika iPod muncul, ia mampu menampung lagu berlipat-lipat lebih banyak dari pemutar musik tradisional sebelumnya.

Namun, di balik produktivitas luar biasa tersebut, tak jarang inovasi “zero to one” memakan korban. Ia membawa dampak disruptive layaknya bom nuklir yang memorak-porandakan bangunan industri lama yang sudah obsolete. PC menghancurkan mesin ketik. Napster (dan kemudian industri musik digital) menghancurkan industri rekaman. Amazon menghancurkan Barnes&Noble, toko buku terbesar di dunia. Lepas dari penghancuran tanpa ampun tersebut, inovasi “zero to one” telah membuka cakrawala baru. Ia membuka dunia baru yang penuh harapan.

 

Random

Keganjilan inovasi “zero to one” menjadikannya sulit direncanakan dan dikelola. Peter Thiel yang berpengalaman puluhan tahun menyukseskan PayPal, Facebook, LinkedIn, SpaceX, hingga AirBnB pun tak mampu memetakannya. Ketika kita bicara inovasi “zero to one” maka formula sukses itu tak ada, karena polanya tak menentu dan penuh ketidakpastian. Formula sukses yang baku tak akan bakal kita temukan karena setiap inovasi selalu baru dan unik. Dan, tak satu pun pakar yang bisa merumuskan panduan bagaimana mencipta inovasi “zero to one”.

Keganjilan ini mengharuskan kita melihat masa depan sebagai sebuah keacakan (randomness). Kondisi ini memaksa kita untuk memiliki apa yang disebut Thiel, “optimisme tak menentu” (indefinite optimism), di mana kita yakin bahwa masa depan bakal lebih baik, tetapi kita tak tahu sama sekali bagaimana bentuknya. Karena tak tahu, maka kita tak kuasa untuk mendesain dan merencanakannya. Di mata indefinite optimist, masa depan adalah sebuah ketidakjelasan yang tidak bisa dikontrol.

 

Genius Visioner

Dalam kebuntuan ini, para genius visioner kemudian memainkan peran sejarahnya. Inovasi “zero to one” selalu membutuhkan campur tangan para genius macam Edison, Einstein, Turing, atau Jobs yang memiliki imajinasi liar melintas batas. Di tangan merekalah terkuak dunia baru dengan peluang dan harapan baru yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Namun, bagaimana para genius tersebut memecah kebuntuan inovasi “zero to one” tetaplah merupakan rahasia yang tak pernah terungkap. Inovasi selalu baru dan unik.

Pertanyaannya, apakah sebuah organisasi bisa menciptakan iklim, budaya, dan beragam metode menciptakan inovasi “zero to one”? Sama sekali tidak. Mengapa? Karena eksplorasi untuk menciptakan sebuah inovasi “zero to one” bersifat unik. Budaya, iklim, dan metode yang dikembangkan oleh organisasi tersebut bersifat unik, karena itu ia sulit dikopi dan digeneralisasi menjadi sebuah pola baku yang berlaku untuk semua perusahaan. Atau dengan kata lain, formula sukses sebuah inovasi “zero to one” tetap merupakan misteri yang tak kunjung terkuak.

 

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Arif Hatta

Advertisement

Bagikan Artikel: