Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Presdir Paramount Berkelit Rp50 Juta untuk Sumbangan

Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho mengaku tidak memberikan Rp50 juta kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution untuk pengurusan perkara melainkan untuk sumbangan pernikahan anak Edy.

"Ini sumbangan Rp50 juta untuk anak beliau (Edy Nasution). Kita harapkan bisa kenal Paramount dan lain kali bisa beli rumah, mereka ini 'kan pengantin baru," kata Ervan dalam sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (8/8/2016).

Ervan bersaksi untuk pegawai PT Artha Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno yang didakwa memberikan suap Rp150 juta kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution untuk menunda proses pelaksanaan 'aanmaning' terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Kwang Yang Motor Co.LtD (PT Kymco) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) dan PT First Media.

Padahal dalam dakwaan jaksa penuntut umum KPK, Ervan mengeluarkan Rp50 juta untuk Edy Nasution agar membolehkan PT AAL mengajukan PK di PN Jakpus. Permintaan itu diurus oleh Wresti Kristian Hesti.

Hesti selanjutnya menyuruh bawahannya bernama Wawan Sulistiawan untuk mengambil uang Rp50 juta itu agar diberikan kepada Doddy yang selanjutnya diberikan kepada Edy.

"Tadi katanya tidak pernah berkomunikasi atau bertemu Edy Nasution kecuali di perkawinan saat perkenalan, kok menyumbang banyak?" tanya anggota majelis hakim Sinung Hermawan.

"Karena 'image' perusahaan," jawab Ervan.

"Tidak usah menutupi-nutupi yang sudah terjadi, karena tidak masuk akal. Yang realistis saja kalau ada hubungan saudara dengan Edy Nasution katakan saja. Ada kasus Paramount di PN Jakpus?" tanya hakim Sinung.

"Tidak ada yang mulia. Tadi yang saya sampaikan hanya kasus eksekusi tanah PT Jakarta Baru Kosmopolitan dimana saya juga direkturnya, yang putusannya sudah ada tapi saat akan dieksekusi oleh ahli waris ternyata itu adalah tanah Jakarta Baru tapi kasus itu sudah selesai pada 2013," jawab Ervan.

Padahal dalam sidang yang menghadirkan sekretaris Ervan, Vika Andriani, terungkap bahwa undangan sampai ke meja Ervan pada akhir Februari untuk pernikahan 5 Maret. Namun uang baru diserahkan kepada Wawan pada 12 April atau sebulan setelah pernikahan anak Edy Nasution berlangsung.

"Kok tidak nyambung? Undangan sampai Februari, menikah Maret, uang diambil April?" cecar hakim Sinung.

"Iya saya terima undangan akhir februari, 3 Maret saya disposisi uang, 4 Maret cair, acara tanggal 5 Maret, memang saat itu hadir di Bidakara tapi tidak membawa sumbangan. Saya pikir kalau bawa pasti repot 'kan kotak sumbangan kecil. Saya pikir nanti setelah acara saja, ternyata setelah acara lupa dan baru diingatkan oleh Vika," jawab Ervan.

"Kenapa perintahkan ke Vika nanti ada Hesti yang mengambil uang?" tanya hakim.

"Hesti itu teman 'lawyer' yang saya kenal. Waktu acara tanggal 5 Maret itu saya sempat kontak dia dan dia juga diundang tapi tidak datang," jawab Ervan.

"Yang diundang saudara tapi kenapa titip ke Hesti yang bahkan meminta Wawan untuk ambil uang? Kenapa tidak saudara sendiri yang serahkan uang apalagi sudah lewat waktu pernikahannya?" cecar hakim Sinung.

"Saya sudah cari waktunya," jawab Ervan berkelit.

Ervan yang mengaku beberapa kali memberikan sumbangan kepada rekan propertinya pun tidak dapat menjawab siapa lagi yang pernah ia kasih sebanyak Rp50 juta untuk pernikahan.

"Tadi kata saudara pernah kasih sumbangan Rp25-50 juta, dikasih sumbangan ke siapa saja? Biar KPK catat," tanya jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto.

"Tidak ingat karena aktivitas saya banyak," jawab Ervan.

"Ini sumbangan khusus pernikahan! 'Kan tadi dibilang sering kasih sumbangan maka saya ingin tanya ke saudara," cecar jaksa Fitroh.

"Saya tidak ingat karena properti banyak kenalannya," jawab Ervan.

"Jadi saat datang ke pernikahan masuk membawa amplop kosong? Tidak malu ya?" tanya jaksa Fitroh.

"Enggak, kan nanti mau saya kasih," jawab Ervan.

Doddy dalam perkara ini didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: