Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPK Tetapkan Status Eddy Sindoro Tersangka

KPK Tetapkan Status Eddy Sindoro Tersangka Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan petinggi Lippo Grup Eddy Sindoro sebagai tersangka terkait pengurusan sejumlah kasus di pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui panitera Edy Nasution.

"Itu kan kemarin sudah dikatakan di persidangan ya, karena sudah dikatakan di persidangan bahwa sebagian yang disita itu adalah untuk dijadikan sebagai alat bukti kasus yang lain," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK Jakarta, Selasa (22/11/2016).

Dalam surat tuntutan panitera PN Jakpus Edy Nasution disebutkan "Barang bukti nomor urut 1 berupa asli buku tabungan bisnis mandiri atas nama Edy Nasution sampai dengan BB nomor urut 452 berupa 1 media penyimpanan data elektronik jenis USB flashdissk sebagaimana tercantum dalam daftar barang bukti dijadikan barang bukti dalam perkara lainyaitu perkara ata nama Eddy Sindoro".

Laode mengatakan bahwa penetapan tersangka tidak perlu selalu diumumkan. "Tidak harus diumumkan semua kan seperti itu," tambah Laode.

Namun ia tidak menjelaskan kapan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk nama Eddy Sindoro ditetapkan.

"Ya sebelum jaksa-jaksa kami melakukan persidangan di pengadilan," ungkap Laode.

Ia pun tidak menjelaskan sangkaan pasal terhadap Eddy Sindoro.

"Ya nanti kami akan berikan update yang lebih detail ya karena saya lupa pasalnya," tambah Laode.

Laode menjelaskan saat ini KPK masih mencari cara untuk menemukan Eddy Sindoro.

"Salah satu belum diumumkan juga karena beliau itu kan sedang tidak berada di indonesia, sedang dalam pencarian dan hal-hal seperti itu. KPK berupaya untuk mencari yang bersangkutan dan tidak perlu dibicarakan bagaimana upaya-upaya yang sedang dikerjakan," jelas Laode.

Namun ia yakin Eddy Sindoro dapat kembali ke Indonesia. Saya tidak bisa memberikan informasi tentang bagaimana KPK sedang mencari yang bersangkutan," ungkap Laode.

Terkait perkara ini, Edy Nasution dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan karena mengurus setidaknya empat perkara terkait perusahaan Lippo Group di PN Jakpus dan menerima gratifikasi dari perkara-perkara lainnya.

Penerimaan pertama, Edy Nasution menerima Rp1,5 miliar untuk revisi penolakan permohonan eksekusi tanah PT JBC agar Edy melakukan pengurusan perubahan redaksional (revisi) surat jawaban dari PN Jakarta Pusat untuk menolak permohonan eksekusi lanjutan dari ahli waris berdasarkan putusan Raat Van Justitie Nomor 232/1937 tanggal 12 Juli 1940 atas tanah lokasi di Tangerang dan tidak mengirimkan surat tersebut kepada pihak pemohon eksekusi lanjutan.

Karena setelah beberapa waktu tidak ditindaklanjuti Edy, maka Wresti melaporkan kepada Eddy Sindoro dan meminta untuk membuat surat memo yang ditujukan kepada promotor yaitu Nurhadi selaku Sekretaris MA RI guna membantu pengurusannya, setelah itu Edy menghubungi Wresti dan menyampaikan bahwa dalam rangka pengurusan penolakan atas permohonan eksekusi lanjutan, atas arahan Nurhadi agar disediakan uang sebesar Rp3 miliar. Terhadap permintaan uang itu, Eddy Sindoro pun hanya menyanggupi pemberian uang Rp1,5 miliar.

Uang diserahkan pada 26 Oktober 2015 di hotel Acacia dalam mata uang dolar Singapura dalam amplop cokelat besar.

Penerimaan kedua adalah uang Rp100 juta untuk pengurusan penundaan teguran aanmaning perkara niaga PT MTP untuk pengurusan penundaan teguran aanmaning perkara niaga PT MTP melawan Kymco melalui PN Jakpus sesuai putusan Singapura International Arbitration Centre (SIAC) yang diharuskan membayar ganti rugi sebesar 11.100 dolar AS.

Uang Rp100 juta diantarkan oleh Dpddy kepada Edy pada 17 Desember 2016 di hotel Acacia pukul 09.13 WIB.

Penerimaan ketiga adalah uang 50 ribu dolar AS untuk pengurusan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) PT AAL yang diputus kasasi sudah pailit melawan PT First Media Tbk pada 31 Juli 2013 dengan salinan dikirim pada 7 Agustus 2015, namun hingga batas waktu yang telah ditentukan UU, PT AAL tidak mengajukan upaya hukum.

Edy menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy 50 ribu dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna coklat Terakhir penerimaan Rp50 juta untuk pengurusan perkara lain pada 20 April di hotel Acacia. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: