Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Terkait Pelarangan Alat Cantrang, KKP Dinilai Keteteran dan Salah Fokus

Terkait Pelarangan Alat Cantrang, KKP Dinilai Keteteran dan Salah Fokus Kredit Foto: Antara/Budi Candra Setya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu untuk segera mewujudkan program prioritas sektor perikanan nasional dan tidak mengerjakan sejumlah kerja sama internasional yang kurang prioritas. "KKP semestinya melakukan percepatan terhadap program-program prioritas, seperti peralihan alat tangkap, pendampingan terhadap nelayan atau ABK kapal cantrang yang terkena dampak pelarangan," kata Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities (Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan/PKMK) Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Selasa (3/1/2017).

Terkait pelarangan alat cantrang, lanjut Abdul Halim, KKP dinilai mulai keteteran dan salah fokus yang ditandai antara lain dengan wacana perpanjangan kembali masa transisi cantrang. Menurut dia, sejumlah program yang prioritas selain peralihan alat tangkap adalah asuransi nelayan, petambak garam dan pembudidaya ikan, terutama mengingat penyaluran asuransi yang dinilai masih di bawah target. Terkait dengan kerja sama internasional antara KKP dan FAO, Direktur Eksekutif PKMK berpendapat hal itu termasuk "membuang-buang waktu" karena hal itu sebenarnya bisa ditangani oleh masyarakat pesisir di berbagai wilayah di Tanah Air.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dalam hal mengelola ekosistem laut berkelanjutan di kawasan perikanan dan pesisir di Republik Indonesia. "Proyek ini memberikan perhatian lebih pada pembangunan kapasitas dan peningkatan penerapan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan untuk menjamin pengembangan program nasional yang berkelanjutan dan menjaga lingkungan untuk generasi berikutnya," kata Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja dalam acara penandatanganan KKP-FAO di Jakarta, Rabu (28/12).

Kerja sama regional untuk mengelola kawasan Indonesian Seas Marine Ecosystem (ISLME) secara efektif dan berkelanjutan yang meliputi perairan pesisir utara Timor Leste, serta Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 712, 713, 714, 715 dan sebagian kecil WPPNRI 573. Upaya tersebut diwujudkan melalui penandatanganan dokumen proyek "Enabling Transboundary Cooperation for Sustainable Management of The Indonesian Seas".

Sjarief memaparkan, proyek kerja sama ini merupakan bagian dari paket bantuan dari "Global Environment Facility" (GEF) dengan dana dari lembaga International Waters. "Status pembiayaan ini semuanya berbentuk hibah murni sebesar 4 juta dollar AS. Di mana, besaran dana pendamping lebih kurang sebesar 6 kali dari besaran dana hibahnya atau sekitar 25 juta dolar AS," ujarnya. Sjarief juga menuturkan, proyek ini bertujuan untuk memfasilitasi penerapan pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan (EAFM) dan pesisir di wilayah ISLME yang mencakup Indonesia dan Timor Leste.

Sementara itu, Kepala Perwakilan FAO Indonesia dan Timor Leste Mark Smulders mengatakan, proyek ISLME akan dilakukan bersama antara dua negara yaitu Indonesia dan Timor Leste bekerjasama dengan beberapa lembaga mitra di lintas sektor untuk menjawab permasalahan terkait pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Untuk mencapai tujuannya, proyek ini dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu identifikasi dan mengatasi ancaman terhadap lingkungan laut, penguatan kapasitas untuk kerjasama regional dan sub-regional dalam pengelolaan sumber daya laut, serta koordinasi dengan jejaring informasi regional. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: