Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Faktor-faktor yang Jadi Kunci Perkembangan Ekonomi Indonesia 2017 Versi CSIS

Ini Faktor-faktor yang Jadi  Kunci Perkembangan Ekonomi Indonesia 2017 Versi CSIS Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Lembaga riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menilai keterlibatan swasta merupakan kunci perkembangan ekonomi Indonesia pada 2017. Peneliti di Departemen Ekonomi CSIS Haryo Aswicahyono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (11/1/2017), mengatakan, peran swasta yang lebih besar menjadi kunci pembangunan ekonomi, yang saat ini tengah mendapat tekanan dari berbagai sudut.

"Misalnya, dari sisi penerimaan melemah, tetapi (pemerintah) tidak bisa utang lebih banyak. Kalau ingin membangun infrastruktur, tetapi utang terbatas, maka sebaiknya swasta diajak dalam pembangunan ekonomi," ucap dia. Haryo mengungkapkan rezim saat ini masih terlihat ambigu dalam mengajak swasta, padahal situasi pendukung perkembangan ekonomi semakin sulit diperoleh.

Sementara itu, Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri menyebutkan, kondisi fiskal menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perkembangan ekonomi tersandera. Dia menjelaskan kondisi fiskal sangat terbatas dalam dua tahun belakangan dan pembangunan infrastruktur prioritas masih didominasi peran badan usaha milik negara (BUMN).

"Ketika kondisi fiskal menyempit, maka pemerintah akan sulit menjalankan program yang ada, sehingga diperlukan peran swasta yang lebih besar. Peran swasta sebenarnya sudah dari beberapa waktu lalu coba digalakkan, tetapi belum maksimal terealisasi," ucap Yose. Selain itu, Yose juga menjelaskan faktor-faktor lain yang menghambat laju perkembangan ekonomi Indonesia pada 2017.

Implementasi paket kebijakan ekonomi yang sudah berlangsung cukup signifikan masih terkendala di tingkat daerah, karena mereka mengeluarkan peraturan yang menegasikan upaya deregulasi. "Banyak sektor yang enggan menjalankan reformasi, karena mereka telah mendapatkan perlindungan, apalagi sektor yang didominasi BUMN," kata Yose.

Kemudian, instabilitas politik pada tiga bulan terakhir 2016 juga memberikan risiko ekonomi tersendiri, baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. "Jangka pendek terkait dengan keamanan dan jangka panjangnya karena kemungkinan perubahan nilai yang tidak sesuai, misalnya ultranasionalis dan pemahaman radikal agama yang belum tentu sesuai dengan nilai bisnis yang mendukung pertumbuhan ekonomi," kata Yose. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: