Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tingkatkan Produksi Garam, Pemerintah Siapkan Beragam Solusi

Tingkatkan Produksi Garam, Pemerintah Siapkan Beragam Solusi Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Raut kecewa tampak tersirat saat Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengungkapkan, produksi garam Indonesia hanya mencapai empat persen dari target tahun 2016.

"Produksi tahun 2016 hanya mencapai empat persen dari target, atau tepatnya 144 ribu ton dari target 3 juta ton," kata Brahmantya dalam acara "Refleksi 2016 dan Outlook 2017" Upaya Ditjen Pengelolaan Ruang Laut dalam Memacu Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan di Jakarta, 10 Januari 2017.

Menurut dia, pencapaian yang minim tersebut disebabkan anomali cuaca La Nina yang berdampak kepada kemarau basah di sepanjang tahun lalu.

Apalagi, Brahmantya mengingatkan bahwa curah hujan rata-rata lebih besar dari 150 milimeter/bulan, bahkan di beberapa tempat ada yang sekitar 300 milimeter/bulan.

Padahal, sinar matahari dan iklim panas sangat menentukan dalam produksi garam yang dihasilkan oleh petambak di berbagai daerah produksi yang tersebar di Tanah Air.

Dia mengingatkan bahwa untuk swasembada garam tidak hanya ditentukan oleh peran KKP sendiri, tetapi oleh berbagai pihak dan pemangku kepentingan yang terkait komoditas tersebut.

"Garam sekarang 'puso' karena benar-benar kondisi alam. Koordinasi dengan pihak industri telah dilakukan. Intinya target swasembada garam harus ada dan harus ekstensifikasi lahan," ucapnya.

Sejumlah solusi juga telah dan sedang disiapkan oleh KKP, antara lain adalah program integrasi lahan serta inovasi penggunaan rumah prisma (semacam rumah kaca) dalam rangka meningkatkan produksi.

Inovasi rumah prisma tersebut nantinya berfungsi seperti "greenhouse" (rumah kaca) yang bermanfaat untuk memaksimalkan cuaca panas yang dibutuhkan dalam produksi garam.

Namun, lanjutnya, jumlah biaya untuk membuat bangunan semacam "greenhouse" tersebut juga masih sedang dihitung oleh tim terkait garam yang ada di KKP.

Bila jadi dilakukan intervensi dengan membangun rumah prisma tersebut, selanjutnya juga perlu dilihat bagaimana ekspektasi masyarakat terhadap yang menggunakan hal tersebut.

Sejak tahun 2015, ungkap Brahmantya, program Pemberdayaan Upaya Garam Rakyat (Pugar) juga memperkenalkan teknologi geomembran untuk meningkatkan kualitas produksi garam.

Namun, karena kondisi anomali musim La Nina yang mengakibatkan curah hujan lebih dari 150 milimeter/bulan, sehingga panen pada 2016 tidak maksimal.

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menilai investasi perusahaan industri garam di Nusa Tenggara Timur (NTT) dapat membantu pemerintah dalam mengurangi impor garam industri dan menciptakan swasembada garam.

"Industri garam di NTT harus berhasil, sehingga dapat mendukung target swasembada garam pemerintah," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (20/12).

Dalam kunjungan kerja ke NTT, pria yang kerap disapa Tom itu mengunjungi sentra pegaraman PT Garam (Persero) di desa Bipolo, Kupang, NTT dengan luasan lahan 400 hektar dan rencana investasi Rp16,9 miliar dan telah terealisasi Rp3,8 miliar (22 persen).

Kepala BKPM juga melakukan pertemuan dengan PT Shang Che Garamindo yang bergerak di bidang industri kimia dasar anargonik khlor dan alkali dengan nilai rencana investasi 6,01 juta dolar AS dan telah terealisasikan 6,04 juta dolar AS.

Menurut Tom, kapasitas produksi dari kedua perusahaan tersebut diharapkan akan membantu menambah produksi garam nasional sebesar 240 ribu ton.

"Dari hasil diskusi dengan perusahaan-perusahaan garam tersebut, salah satu yang mereka harapkan dukungan dari pemerintah adalah terkait pembebasan bea masuk atas importase mesin, terutama yang belum bisa diproduksi dalam negeri serta alat-alat berat untuk memproses garam," jelasnya.

Gudang garam Selain berbagai inovasi hingga investasi, KKP juga berencana bakal membangun sebanyak enam gudang untuk menyimpan hasil produksi garam rakyat di berbagai daerah pada tahun 2017, menambah dari enam gudang yang dibangun 2016.

Brahmantya mengungkapkan, keenam gudang untuk komoditas garam yang akan dibangun pada tahun ini antara lain terletak di Brebes, Demak, dan Rembang (ketiganya di Jawa Tengah).

Selain itu, gudang baru lainnya juga akan dibangun di Sampang dan Tuban yang terletak di Jawa Timur, serta di Kupang (NTT).

Pada 2016, gudang untuk produksi garam rakyat telah terbangun di Cirebon dan Indramayu yang terletak di Jawa Barat, Pati (Jateng), Pamekasan (Jatim), Bima (NTB), dan Pangkep (Sulsel).

Berbagai gudang yang telah dan akan dibangun itu menggunakan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI). Sedangkan membangun satu gudang garam biasanya membutuhkan waktu tiga sampai enam bulan.

Brahmantya juga mengungkapkan, anggaran yang dialokasikan untuk membangun gudang berkapasitas sekitar 2.000 ton bisa mencapai sekitar Rp2 miliar per gudang.

Berdasarkan data KKP, ada 10 sentra produksi garam yaitu Indramayu, Cirebon, Pati, Rembang, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Bima, Pangkep dan Jeneponto.

Selain itu, ada 20 daerah penyangga yaitu Aceh Besar, Aceh Timur, Pidie, Karawang, Brebes. Demak, Jepara, Tuban, Lamongan, Pasuruan, Probolinggo, Sidoarjo, bangkalan, Buleleng, Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa, Kupang, Pohuwato, dan Takalar.

KKP juga telah melakukan Mou (Nota Kesepahaman) dengan PT Garam terkait tata kelola impor garam yang mencakup bantuan manajemen produksi usaha garam rakyat seperti manajemen gudang dan penyerapan garam rakyat.

Satgas impor Terkait impor garam, Brahmantya juga mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam satuan tugas (Satgas) untuk mengawasi pergerakan impor garam.

Dia memaparkan, berbagai pihak itu adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bea Cukai Kementerian Keuangan, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.

Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP juga mengemukakan, berdasarkan hasil rapat lintas instansi pada 27 Desember 2016, diperkirakan pada 2017 akan mengimpor maksimum 226.124 ton garam konsumsi.

"Rencana importasinya tidak sekaligus. Pelaksanaan impor minimal tiga kali, dan setiap tahap dilakukan evaluasi," katanya.

Dia mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi adalah jika ternyata jumlah garam di dalam negeri telah memadai atau mencukupi maka selanjutnya tidak perlu dilakukan impor kembali.

Pihak yang melakukan importir garam konsumsi hanya PT Garam, dan hasil rapat juga telah menyurati Kementerian BUMN untuk penugasan importasi garam kepada BUMN tersebut.

"Tugas Satgas koordinasi termasuk untuk mengelola data, makanya ada BPS," tuturnya dan diharapkan tidak ada lagi kebocoran dalam importasi garam ke pasar domestik.

Sementara itu, pengamat kebijakan sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim mengatakan, pengawasan impor komoditas garam agar tidak merembes ke pasar domestik sebenarnya tidak perlu sampai membentuk satuan tugas khusus untuk itu.

Menurut Abdul Halim, penanganan itu sebaiknya dilakukan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) agar koordinasinya bisa lebih mudah termasuk dengan Presiden serta hal itu karena lembaga tersebut bisa menjadi fasilitator untuk beragam kementerian/lembaga terkait dengan permasalahan sejumlah komoditas terkait garam.

Sedangkan terkait rencana pembangunan enam gudang untuk komoditas garam di berbagai daerah pada tahun 2017 harus dipastikan dulu fungsinya agar jangan sampai mubazir.

Abdul Halim berpendapat, kepastian fungsi sebelum pembangunan gudang untuk komoditas garam adalah tidak ada alokasi anggaran baik dari APBN maupun APBD yang tersia-sia.

Sementara terkait keterlibatan instansi lain, dia menyarankan perlunya mengintensifkan keterlibatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam upaya meningkatkan produksi garam di Tanah Air.

Menurut Abdul Halim, keterlibatan dua lembaga tersebut harus lebih diintensifkan dari sekadar koordinasi, mengingat karakter cuaca dan geografi harus dipertimbangkan dalam merancang teknologi yang ingin dipakai. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: