Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jabar Masuk 10 Wilayah Penyumbang Minyak Terbesar

Jabar Masuk 10 Wilayah Penyumbang Minyak Terbesar Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

SKK Migas mencatat sepanjang tahun 2016 Provinsi Jawa Barat masuk dalam 10 wilayah penyumbang lifting minyak terbesar hingga tahun 2016. Beberapa wilayah di Jabar yang memiliki sumber minyak terdapat di Blok Offshore North West Java (ONWJ) yaitu di lepas pantai Kabupaten? Bekasi, Karawang, Subang dan Indramayu yang dioperasikan oleh Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ dengan kapasitas produksinya mencapai 35.700 bph.

Kementerian ESDM memberlakukan Peraturan Menteri ESDM No 37 tahun 2016 tentang Ketentuan Participating Interest (PI) 10% Pada Wilayah Kerja Minyak Bumi dan Gas bertujuan untuk
meningkatkan peran serta daerah dan nasional melalui kepemilikan partisipasi interes 10 persen di dalam kegiatan usaha hulu minyak bumi dan gas. Selain untuk memberikan kejelasan terhadap ketentuan pelaksanaan penawaran partisipasi interes 10% kepada daerah dan nasional juga dimaksudkan untuk memberikan batasan-batasan yang jelas dan dapat diikuti oleh semua pihak.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) menyambut baik diberlakukannya Peraturan Menteri ESDM No 37 tahun 2016 tersebut. Menurutnya, Permen ini memberikan angin segar bagi Kepala Daerah yang memiliki potensi minyak bumi dan gas untuk menanamkan modal bersama dalam aktivitas eksploitasi dan operasi Migas. "Apresiasi besar kami sampaikan kepada Menteri ESDM yang telah menerbitkan peraturan ini," ujarnya kepada wartawan di Bandung, Jumat (20/1/2017)

Ahmad Heryawan yang juga selaku Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Minyak Bumi dan Gas (ADPM) bidang Pembinan BUMD menilai peraturan ini sebagai jawaban terhadap pelaksanaan Participating Interest oleh BUMD khususnya atas beban pembiayaan yang selama ini jadi persoalan. Dia tidak menginginkan Jabar sebagai daerah penghasil minyak bumi dan gas malah menjadi sumber persoalan dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

"Kami berharap justru keberadaan eksploitasi dan operasi Migas di daerah memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Industri Migas harus jadi pendorong pertumbuhan wilayah termasuk pengembangan masyarakat di sekitarnya," ungkapnya.

Aher juga menyampaikan beberapa usulan dalam pelaksanaan Permen ini, seperti dilibatkannya daerah dalam proses penyiapan wilayah kerja dan pengadaan badan usaha serta ikut menghadiri penandatanganan kontrak Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S). Daerah juga perlu dilibatkan aktif dalam pembahasan rencana kerja dan anggaran (RKAB) yang diinformasikan dalam kegiatan monitoring pelaksanaan RKAB serta pelibatan aktif dalam pengendalian dan pengembangan aspek lingkungan masyarakat di sekitar wilayah operasi K3S.

"Khusus untuk Migas hilir keberadaan daerah juga sangat penting mengingat rentang kendali apabila terjadi masalah terkait distribusi bahan bakar minyak dan gas. Jadi perlu ada sinergitas pusat dan daerah dalam pengelolaan ini," jelasnya.

Pihaknya juga memohon pemerintah pusat untuk membuka keran yang lebih luas bagi BUMD dalam pengelolaan industri migas hilir tidak hanya dalam alokasi gas bumi tapi juga dalam pengembangan usaha dan pemanfaatannya. "Pelibatan BUMD sangat strategis karena akan mendorong distribusi manfaat yang lebih besar kepada daerah dan masyarakatnya," tuturnya.

Pemerintah pusat juga, sambung Aher, diharapkan bisa lebih mendorong percepatan pembangunan infrastruktur gas dalam rangka pemanfaatan gas untuk berbagai sektor pengguna di daerah. "Kami pemerintah daerah juga akan mendukung dalam percepatan infrastruktur gas tersebut," imbuhnya.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan, di dalam kontrak kerjasama Migas sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama dan adanya wilayah kerja perpanjangan kontraktor kontrak kerjasama, wajib menawarkan partisipasi interes 10% kepada BUMD setempat yang ditunjuk oleh Gubernur.

"Ada beberapa hal yang kita hadapi selama ini yaitu sering terjadi kesalahpahaman antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, kontraktor kerjasama, masyarakat setempat dan penegak hukum terkait penerapan perizinan di daerah dan kegiatan usaha hulu migas yang sering dianggap sebagai kegiatan swasta," jelasnya.

Sosialisasi tentang aspek administrasi pemerintahan berkenaan dengan kegiatan usaha hulu migas juga dirasa masih kurang optimal serta kurangnya sinergi dari pemerintah pusat, daerah, kontraktor, masyarakat dan penegak hukum dalam mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. "Semoga Permen yang baru ini diharapkan bisa memperbaiki kondisi tersebut," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: