Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

5 Juta Lahan Sawit Ilegal DPR RI Rancang UU Perkelapasawitan

5 Juta Lahan Sawit Ilegal DPR RI Rancang UU Perkelapasawitan Kredit Foto: Muhamad Ihsan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia saat ini menjadi raja kelapa sawit dunia dengan produksi mencapai 32 juta ton minyak sawit, sebanyak 22 juta ton di ekspor. Luas lahan sawit di Indonesia mencapai 15,5 juta hektar dengan laju ekspansi mencapai 500 ribu ha/tahun, terdiri dari 65% kebun sawit besar dan 35% kebun sawit rakyat.

Namun demikian industri sawit Indonesia masih dibayang-bayangi dengan sejumlah persoalan, seperti masih adanya lahan yang belum menerapkan ISPO dan RSPO, produktivitas lahan kelapa sawit yang masih rendah. Persoalan lainnya banyaknya lahan sawit ilegal.

Daniel Johan, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI mengatakan, sebanyak 5 juta lahan sawit di Indonesia adalah ilegal. Data Departemen Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, beberapa lahan ilegal diantaranya di Kalimantan Barat seluas 800 ribu hektar, dan Riau 1,2 juta hektar.

?Lahan sawit ilegal di Kalimantan Barat kabarnya 500 ribu hektar nyatanya ada 800 ribu hektar, di Riau ada 1,2 juta hektar, jadi mungkin saja lahan ilegal mencapai 5-10 juta hektar,? ujar Daniel.

Oleh karena itu, untuk mengurai persoalan tersebut DPR RI berinisiatif untuk membuat Undang-Undang Perkelapasawitan. UU itu nantinya akan mengatur batas hukum yang jelas bagi perusahaan yang sudah melanggar agar kembali pada aturan-aturan yang berlaku. UU akan menjadi payung hukum pengelolaan Kelapa Sawit Nasional yang menguntungkan bagi negara. UU juga akan mengatur industri kelapa sawit mulai dari hulu sampai hilir.

Daniel menambahkan, RUU disusun untuk menjadi guideline dalam hal menindak perusahaan-perusahaan yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya RUU ini dapat memberikan batas waktu agar perkebunan yang melanggar dapat disita oleh negara dan dibagikan kepada masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

?RUU saat ini baru dibahas di Badan Legeslatif. Target kami tahun ini sudah final untuk diajukan ke pemerintah,? ujar Daniel.

Kendati demikian, RUU tersebut masih menjadi perdebatan di sejumlah kalangan dan pihak-pihak berkepentingan. Ini terungkap dalam RSPO Press Circle IV, tentang pengaruh RUU Perkelapasawitan terhadap inisiatif pemerintah dan pengelolaan berkelanjutan.

Managing Direktor Sustainability dan Strategic Stakeholders Enggagement Agribusiness and Food (GAR), Agus Purnomo mengatakan, hambatan dan beberapa hal utama yang dibutuhkan dalam industri perkelapasawitan adalah kepastian berusaha. RUU nantinya diharapkan dapat menjadi solusi dari masalah tersebut.

Menurut Agus, RUU berlaku dalam jangka waktu yang lama agar tidak cepat berubah. Seperti penggunaan teknologi, karena teknologi akan selalu cepat berubah, seperti teknologi pengolahan gambut. RUU juga memberikan penjelasan tentang aspek keterlanjuran.

?Berkaitan dengan sustainability, kami di GAR sudah menjaga ekosistem lokal, kalau tidak kami sendiri akan terganggu, itu sudah otomatis, jadi keberlanjutan dapat dilakukan dengan mempertahankan fungsi lokal,? jelas Agus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: