Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketua MA yang Baru Harus Berani Reformasi Lembaga Peradilan

Ketua MA yang Baru Harus Berani Reformasi Lembaga Peradilan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan menyatakan Ketua Mahkamah Agung yang baru harus berani dan mampu memimpin reformasi di lembaga peradilan Tanah Air.

Siaran pers Koalisi Pemantau Peradilan di Jakarta, Rabu (14/2/2017), menyebutkan secara tiba-tiba Mahkamah Agung akan melaksanakan pemilihan Ketuanya yang baru. Pemilihan ini dilakukan sehari sebelum perhelatan besar Pilkada Serentak, yaitu pada 14 Februari 2017.

Padahal, seperti cabang kekuasaan lainnya, koalisi menilai bahwa pemilihan Ketua MA merupakan salah satu bagian yang terpisahkan dan penting dalam memastikan perlindungan terhadap hak warga negara dan keberlanjutan reformasi peradilan, tetapi sayangnya informasi penggantian itu terkesan tertutup.

LSM juga mengakui bahwa merujuk pada Pasal 8 ayat (7) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, pemilihan Ketua Mahkamah Agung ini dilakukan secara internal oleh para Hakim Agung dan harus dihadiri oleh minimal 2/3 dari jumlah Hakim Agung.

Namun demikian, bukan berarti dalam proses pemilihan tersebut dilakukan secara tertutup tanpa adanya pengawasan dari publik, karena partisipasi publik sebagai pengawas independen merupakan sebuah keniscayaan.

Apalagi, koalisi menilai bahwa merujuk kepada data-data yang ada, dalam lima tahun belakangan, wajah peradilan di Indonesia tidak banyak berubah, malah cenderung memburuk.

Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya hakim atau pegawai MA, maupun mafia peradilan, yang tertangkap oleh penegak hukum dan terjerat dalam permasalahan etik.

Selain itu, regenerasi Pimpinan MA sangat diperlukan untuk mempercepat proses reformasi di salah satu lembaga peradilan tersebut.

Koalisi mencatat bahwa isu mutasi dan promosi hakim, pengawasan, minutasi perkara yang sampai di tangan pencari keadilan masih menjadi masalah yang tidak kunjung terselesaikan.

Untuk itu, dibutuhkan pimpinan MA yang tidak hanya memiliki integritas dan kapasitas, melainkan juga yang memiliki visi akan reformasi peradilan serta ide-ide segar sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut.

Koalisi juga menginginkan proses seleksi Ketua MA melibatkan publik dan lembaga lain seperti KPK, KY, dan PPATK.

Koalisi Pemantau Peradilan terdiri dari MaPPI FHUI, LeIP, PSHK, ICW, ILR, ICEL, ICJR, YLBHI, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, dan PBHI.

Sebelumnya, Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengatakan bahwa pemilihan Ketua MA untuk periode 2017-2022 sudah direncanakan sejak bulan Januari 2017.

"Ini tidak terburu-buru, sejak bulan Januari sudah ada SK tentang masalah pemilihan ini," katanya dalam jumpa pers seusai pemilihan Ketua MA periode 2017-2022 di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (14/2).

Hatta mengatakan pemilihan harus diselenggarakan paling tidak hingga dua minggu sebelum masa jabatannya di periode pertama selesai pada 1 Maret 2017.

Waktu dua minggu diperlukan karena diperlukan waktu untuk menunggu surat keputusan dari Presiden terkait Ketua MA terpilih selesai. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: