Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemenpar Tidak Persoalkan Perbedaan Hitungan Jumlah Wisman dengan BPS

Kemenpar Tidak Persoalkan Perbedaan Hitungan Jumlah Wisman dengan BPS Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Pariwisata menyatakan tak mempersoalkan hasil akhir penghitungan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada 2016 oleh BPS yang disebut sebanyak 11.519.275 orang atau kurang dari target 12 juta.

Deputi Bidang Pengembangan Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata (Kemenpar) I Gde Pitana di Jakarta, Kamis (16/2/2017), mengatakan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam catatan resminya menyebutkan jumlah wisman pada 2016 sebanyak 11.519.275 orang.

"Tapi BPS belum menghitung MPD yang besarnya sekitar 4 persen meskipun artinya BPS juga mengakui angka 4 persen atau tepatnya 4,2 persen yang jika dijumlah sebanyak 504.696 wisman. Jadi jika angka dimasukan maka jumlah wisman kita 12.023.271 orang," kata Pitana.

Pihaknya justru mencatat ekosistem pariwisata Indonesia semakin menjanjikan dengan industri yang bergerak di sektor ini semakin optimistis.

Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) periode Januari-Desember 2016 yang dicatat Kementerian Pariwisata RI, naik 15,54 persen dan menembus angka 12,023 juta inbound, atau 23 ribu di atas target yang disusun menuju roadmap 20 juta wisman menuju 2019.

Angka 12,023 juta itu didapat dari 11.519.275 wisman yang dilaporkan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ditambah dengan ekstrapolasi dari Januari - September 2016 sejumlah 504.696 wisman yang belum dimasukkan.

"BPS sebenarnya sudah setuju dengan ekstrapolasi Januari-September 2016 sebesar 504.696 orang dan sudah dipresentasikan di depan Forum Masyarakat Statistik (FMS) pada 8 Februari 2017. Hanya saja FMS belum merekomendasi angka 504.696 itu untuk dimasukkan. Tetapi BPS maupun FMS mempersilakan Kemenpar menggunakan angka riil 12,023 juta itu untuk kepentingan pariwisata," jelas I Gde Pitana.

Oleh karena itu untuk membuat evaluasi, mengambil keputusan agar lebih cepat, merumuskan perencanaan, dan menyampaikan data ke industri yang bergerak di sektor pariwisata, Kemenpar menggunakan angka 12,023 juta.

Menurut I Gde Pitana, data ekstrapolasi 504.696 wisman sangat valid, bahkan sulit dibantah, karena dihitung dengan menggunakan teknologi Big Data - Mobile Positioning Data (MPD).

Menurut dia, MPD itu hanya untuk menghitung 19 Kabupaten, 46 Kecamatan, pada 2016 di PLB (Pos Lintas Batas), yang belum memiliki TPI (Tempat Pemeriksaan Imigrasi).

Selama ini, wisman yang melintas di daerah perbatasan yang non-TPI dimonitor melalui survei dengan mengambil sampling selama beberapa hari, untuk memotret rekam jejak selama satu tahun.

"Teknologi MPD ini sudah tidak lagi menggunakan metode survei, tetapi sudah sama dengan sensus, semua orang yang keluar masuk melewati batas wilayah itu, langsung terekam oleh mesin," kata I Gde Pitana. Dia tidak lagi mempersoalkan BPS yang tidak memasukkan data 504.696 orang itu.Dia menghormati apa yang sudah diputuskan oleh lembaga statistik itu.

"Sebab, prinsip yang dipegang Kemenpar adalah 'service excellent' kepada customers, yang terdiri dari pelaku bisnis pariwisata, public, dan calon investor yang berencana menanamkan modal di sektor yang sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai basis ekonomi dan prioritas pembangunan nasional ini," katanya.

Ia menegaskan, Big Data MPD yang sudah diuji coba di Kepri itu mampu memberikan hasil dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi, sesuai dengan catatan Imigrasi.

"Big Data MPD itu menghitung dengan otomatis dengan mesin, selama 24 jam/hari, 7 hari/minggu dan 52 minggu/tahun. Bukan hanya jumlah wisman yang terekam, tetapi juga profil wisman kita, seperti lama tinggal, frekuensi kunjungan, dan asal originasinya," jelas Deputi Pitana.

Ia menjelaskan, hasil teknologi MPD itu sebenarnya sudah diakui BPS dan FMS dalam penghitungan Oktober, November, dan Desember 2016. Hanya saja, pada Januari-September 2016, selama sembilan bulan belum direkomendasi FMS.

"Teknologi MPD itu jauh lebih akurat, mudah, murah, cepat, berkualitas dan bukan hanya survei dengan teknik sampling. Tetapi, sensus via digital yang meminimalisir campur tangan dan pengaruh manusia," kata I Gde Pitana.

Oleh karena itu, walaupun mengabaikan ekstrapolasi 504.696 wisman di perbatasan non TPI itu, angka capaian 2016 sebesar 11,519 juta itu pun sudah naik 11,07 persen dari periode yang sama pada 2015.

Ia mengatakan, teknologi ini akan terus dipakai, sampai 100 persen PLB itu memiliki TPI, karena metodologi itu mampu secara konsisten menjaga keajegan angka-angka.

Lebih dalam lagi Pitana menjelaskan, daerah perbatasan itu menjadi bahan perdebatan karena selama 2016 Kemenpar memang menggarap area lintas batas tersebut, seperti dengan berbagai Festival Wonderful Indonesia misalnya di Aruk, Entikong, Skow, Merauke, Jayapura, dan Atambua.

"Ini sejalan dengan program Presiden Joko Widodo yang menginginkan daerah terdepan itu lebih berdaya secara ekonomi. Dan berbagai kegiatan festival pariwisata itu disambut antusias oleh masyarakat perbatasan dan wisman negara tetangga," ungkap I Gde Pitana.

Pada 2017, wilayah perbatasan itu masih akan digarap dengan berbagai program promosi pariwisata oleh Kemenpar sejalan dengan upaya Presiden yang semakin serius mendorong pemerataan pembangunan, dan konsisten memperkuat kawasan perbatasan.

Dalam dua tahun pertama pemerintahannya, Presiden Jokowi beberapa kali berkunjung ke daerah perbatasan, antara lain ke Pos Perbatasan Motaain (Desa Silawan, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur), Entikong (Kalimantan Barat), dan Pulau Sebatik (Kalimantan Utara). (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: