Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Alasan Defisit Anggaran RI Terus Membengkak Tiap Tahun

Ini Alasan Defisit Anggaran RI Terus Membengkak Tiap Tahun Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengungkapkan tren kenaikan defisit anggaran sudah terjadi sejak tahun 2008 hingga sekarang.

Ketua Komisi XI DPR Melchias Marcus Mekeng menjabarkan defisit anggaran pemerintah pada tahun 2008 tercatat hanya mencapai 0,08 persen atau Rp4,1 triliun dari produk domestik bruto. Namun, pada tahun lalu angka defisit anggaran terus membengkak.

"Pada tahun lalu defisit kita tercatat 2,46 persen atau Rp360 triliun terhadap PDB," ungkap Mekeng dalam sebuah diskusi di gedung parlemen, Jakarta, Senin (20/2/2017).

Dia menjelaskan sejumlah alasan defisit anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus menanjak dalam beberapa tahun terakhir. Setidaknya, ada dua hal yang mendasari defisit terus membengkak setiap tahunnya.

Pertama, tidak tercapainya penerimaan negara, terutama dari sektor pajak. Sepanjang tahun lalu penerimaan negara tercatat hanya 86 persen dari target yang ditetapkan.

Dalam sepuluh tahun terakhir, rasio pajak nasional hanya berkisar 11-13 persen atau jauh lebih rendah dari rasio pajak negara maju maupun negara berkembang. Rasio pajak negara maju tercatat di atas 24 persen, sementara rasio pajak negara berkembang berada di kisaran 16-18 persen.

Namun, kata Mekeng, pemerintah tidak bisa begitu saja disalahkan. Ia mengatakan parlemen yang bertindak sebagai mitra pemerintah juga memiliki andil dalam pengesahan tiap porsi anggaran berbagai sektor di dalam kas keuangan negara.

"Harus diakui juga, DPR memiliki kontribusi kepada kenaikan defisit," tuturnya.

Sementara alasan kedua, yakni peranan industri jasa keuangan yang sampai saat ini belum optimal dalam menggencarkan pembangunan agar tidak membebani kas negara. Padahal melihat potensi yang ada, industri jasa keuangan bisa berbuat banyak dalam pembangunan.

"Ini persoalan serius yang luput dari perhatian. PDB kita lebih besar dari Thailand, Singapura, dan Malaysia. Namun, capital market kita di bawah ketiga negara itu. Ini persoalan serius yang luput dari perhatian," ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: