Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPR Anggap Wajar Putusan MA Soal Ahok

DPR Anggap Wajar Putusan MA Soal Ahok Kredit Foto: Ferry Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai wajar Mahkamah Agung menolak memberikan pendapat terhadap status Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama seperti permintaan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, karena lembaga itu tidak mau dipojokkan.

"Saya kira dalam hal ini MA tidak mau dipojokan untuk mengambil sikap," kata Fadli di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (22/2/2017).

Dia mengatakan sudah ada kejelasan yurisprudensi bahwa penonaktifan kepala daerah yang berstatus terdakwa tidak harus menunggu vonis hukum.

Politisi Partai Gerindra itu menilai beberapa contoh menunjukkan bahwa ketika kepala daerah baru berstatus tersangka saja sudah ditahan bahkan diberhentikan.

"Lalu yang dakwaannya di bawah lima tahun seperti empat tahun langsung diberhentikan sementara," ujarnya.

Dia mempertanyakan bagaimana seorang kepala daerah berstatus terdakwa diaktifkan lagi sementara yang lain tidak, maka itu tidak adil.

Fadli menilai ketidakadilan itu dirasakan sebagian masyarakat sehingga pada akhirnya hukum menjadi alat kekuasaan.

"Karena kalau seseorang sudah terdakwa dan masih memimpin daerah tanpa kejelasan, saya kira ini merusak tatanan di pemerintahan daerah sendiri," katanya.

Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan akan mendatangi Mahkamah Agung untuk berkonsultasi terkait gugatan yang beberapa pihak terkait penonaktifan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama atau Ahok.

"Saya kira sebagai warga negara, kami ikut saja. Kami hargai semua pendapat, kami rencanakan untuk paling lambat besok (Selasa, 14/2) pagi menyampaikan ke MA," kata Tjahjo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/2).

Hal itu menurut dia terkait gugatan yang dilayangkan Advokat Cinta Tanah Air ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena status Ahok hingga saat ini belum dinonaktifkan.

Tjahjo mengatakan pihaknya akan menginventarisasi persoalan penonaktifan Ahok, seperti penandatangan surat pemberhentian kepala daerah karena status terdakwa dan kasus yang menggunakan dakwaan alternatif.

Dia menjelaskan selama ini bagi pejabat maupun kepala daerah yang tersangkut hukum dengan dakwaan yang jelas seperti Operasi Tangkap tangan (OTT) langsung diberhentikan.

Dalam perkembangannya, Mahkamah Agung menolak untuk memberikan pendapat terhadap status Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) seperti permintaan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

"Isi surat adalah kami tidak memberikan pendapat karena sudah ada dua gugatan TUN (Tata Usaha Negara) yang masuk ke Pengadilan TUN," kata Wakil Ketua MA bidang Yudisial Syarifuddin di Jakarta, Selasa (21/2).

Dia menjelaskan fatwa itu sudah dikeluarkan karena ada dua gugatan TUN mengenai hal yang sama yang sudah dimasukkan ke TUN. Karena itu menurut dia kalau MA berikan fatwa maka akan mengganggu indepedensi hakim.

"Kalau kita yang memberi fatwa, seperti kita yang memutuskan, kan pengadilan harus berjalan," tegas Syarifuddin.

Juru Bicara MA, Suhadi mengaku bahwa MA memang mencegah diri untuk mengeluarkan pendapat bila persoalan itu sudah atau berpotensi dibawa ke tahap pengadilan.

Status Ahok yang saat ini masih menjadi gubernur digugat oleh Advokat Muda Peduli Jakarta (AMPETA) pada 13 Februari 2017 ke PTUN Jakarta karena menilai Ahok harus diberhentikan sebagai gubernur.

Selain AMPETA, Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) juga mengajukan gugatan ke PTUN pada 20 Februari 2017 dan menuntut agar Presiden Joko Widodo memberhentikan Ahok sebagai gubernur. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: