Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Komisi VI DPR Ingin Denda Pelaku Kartel Tak Terbatas

Komisi VI DPR Ingin Denda Pelaku Kartel Tak Terbatas Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -

Komisi VI DPR RI menginginkan denda bagi pelaku kartel menjadi tidak terbatas bergantung tingkat kerugian yang diakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Saat ini denda maksimal bagi pelaku kartel terbilang rendah yakni Rp25 miliar. Denda tersebut dinilai tidak memberikan efek jera bagi pelaku kartel.

Adapun, perubahan denda pelaku kartel akan diatur dalam Revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perubahan regulasi itu sedang digodok Badan Legislatif (Baleg). Masih terjadi perdebatan terkait denda yang tepat bagi pelaku kartel di Baleg.

"Komisi VI DPR menginginkan denda pelaku kartel disesuaikan dengan tingkat kerugian konsumen. Tidak perlu dibatasi sehingga pelaku kartel mesti membayar kerugian yang telah dibuatnya atas praktik usaha tidak sehat," kata anggota Komisi VI DPR RI Eka Sastra saat dihubungi Warta Ekonomi, Jumat (24/2/2017).

Eka menjelaskan terdapat dua rancangan skema denda bagi pelaku kartel yang dibahas di Baleg. Selain opsi denda tidak terbatas, terdapat opsi denda maksimum Rp1 triliun. Eka berpendapat denda yang disesuaikan tingkat kerugian lebih berkeadilan dan memberikan efek jera.

"Tapi, itu belum final karena masih dibahas di Baleg dan belum diparipurnakan," sebutnya.

Menurut Eka, bila semua rancangan revisi UU Persaingan Usaha sudah rampung, Baleg akan menggelar rapat paripurna. Dalam proses menuju ke sana, Baleg bakal mempermantap konsep aturan dengan memanggil seluruh instansi terkait regulasi tersebut.

"Memang masih panjang perjalanannya," tutur dia.

Eka menegaskan revisi UU Persaingan Usaha muaranya untuk memperkuat kewenangan KPPU. Di masa depan, pihaknya menaruh harap agar KPPU bisa sekuat KPK. Beberapa poin pasal terkait kewenangan KPPU yang diperdebatkan adalah kewenangan menyadap, denda pelaku kartel, dan perlindungan bagi pembocor informasi kartel atau disebut linency program-semacam whistler bowler.

Revisi UU tentang penguatan KPPU, Eka menerangkan diinisiasi pihaknya sejak 2014. Namun, perampungannya untuk sampai ke paripurna tersendat. Eka menyebut bila negara ini ingin bebas dari monopoli, penguatan KPPU adalah keniscayaan.

"Kita menginginkan KPPU bisa masuk pada semua persaingan usaha yang merugikan masyarakat dan negara," tuturnya.

Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf menyatakan revisi UU Persaingan Usaha memang diharapkan mampu membuat lembaganya bisa lebih garang dalam mencegah dan menindak praktik kartel atau monopoli. Salah satu poin penting yakni denda bagi pelaku kartel diharapkan bisa lebih memberikan efek jera.

"Semuanya saya serahkan ke DPR karena memang masih berproses. Kita tunggu saja," katannya.

Denda pelaku kartel kembali dibahas publik setelah KPPU memvonis bersalah Yamaha dan Honda dalam kasus kartel sepeda motor skutik 110-125 cc. Kedua pabrikan otomotif raksasa tersebut didenda hingga Rp25 miliar. KPPU dan sebagian pihak merasa "tidak puas" atas denda tersebut yang dianggap kurang memberikan efek jera.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: