Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenapa Startup Produk Transaksional Jadi Objek Regulasi BI dan OJK?

Kenapa Startup Produk Transaksional Jadi Objek Regulasi BI dan OJK? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menjamurnya perusahaan startup di Indonesia ternyata berdampak baik bagi perekonomian dan masayarakat Indonesia. Di samping membantu perekonomian karena memperkecil angka pengangguran di Indonesia, startup juga bermanfaat bagi aktivitas masyarakat Indonesia yang bisa lebih efisien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Misalnya, seorang ibu rumah tangga tidak perlu lagi berkeliling pasar di bawah terik matahari untuk membeli bahan makanan atau mengantre di kasir swalayan yang terkadang sangat melelahkan.

Kemudian berbagai transaksi kebutuhan rumah tangga juga tidak lagi harus ke bank atau ke berbagai pusat pembayaran. Semua hal tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggulirkan jari di smartphone atau meng-klik pembayaran di komputer.

Lalu yang sering menjadi pertanyaan adalah kenapa?perusahaan yang mengeluarkan produk transaksional menjadi objek regulasi BI dan OJK?

Seperti yang dikutip dari Vedapraxis.com, kewajiban perusahaan startup untuk tunduk pada regulasi-regulasi tersebut tidak lepas dari penerapan manajemen risiko. Produk transaksional menjadi layanan lalu lintas transfer, pembayaran, dan mengendapkan dana yang dimiliki oleh masyarakat/merchant untuk periode tertentu tanpa dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Lemahnya pengendalian TI yang dimiliki oleh perusahaan tidak hanya meningkatkan risiko yang dapat merugikan masyarakat pengguna, namun juga dapat berakibat pada reputasi perusahaan startup itu sendiri. Misalnya karena lemahnya pengendalian pengamanan informasi, transaksi kartu kredit di-bypass oleh hacker; atau testing yang tidak memadai membuat saldo yang telah di-topup oleh konsumen berkurang padahal tidak ada transaksi.

Singkatnya, manajemen risiko yang diterapkan oleh regulator tidak hanya sebatas melindungi kepentingan konsumen, namun juga bermanfaat bagi kesinambungan bisnis startup.

Proses penerapan manajemen risiko ini memang terasa painful dan costly bagi perusahaan yang baru berdiri. Namun ibarat asuransi, manfaatnya baru akan terasa jika kita dihadapkan oleh ancaman. Intinya adalah bagaimana pengendalian yang diterapkan memiliki porsi yang pas, tidak over control atau under control. Setiap perusahaan memiliki karakteristik masing-masing, untuk itu penerapan pengendalian juga tidak bisa copy-paste dengan perusahaan tetangga.

Untuk itu, PR besar bagi perusahaan startup sebenarnya bukan untuk menjadikan dirinya patuh terhadap ketentuan regulator, namun menerapkan pengendalian yang efektif dan efisien. Dengan menerapkan manajemen risiko yang sesuai dengan regulasi dan standar, akan memberikan assurance kepada regulator dan masyarakat bahwa perusahaan ini telah memiliki action plan/pengendalian terhadap ancaman.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ning Rahayu
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: