Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KLHK: Usaha Kehutanan Berperan Penting Capai Persetujuan Paris

KLHK: Usaha Kehutanan Berperan Penting Capai Persetujuan Paris Kredit Foto: Vicky Fadil
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan pelaku usaha memiliki peran penting dalam mencapai target penurunan emisi sebesar 29 persen pada 2030 seperti tertuang dalam dokumen kontribusi nasional yang diniatkan (NDC) dalam Persetujuan Paris Untuk itu, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nur Masripatin di Jakarta, Rabu, menyatakan, dukungan pelaku usaha kehutanan, seperti juga pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat adat sangat diperlukan dalam mencapai target pengurangan emisi tersebut.

"Sebagai salah satu pemangku kepentingan, peran dunia usaha diakui dalam mitigasi perubahan iklim," kata dia pada diskusi implementasi Undang-undang No 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim di Jakarta, Rabu (1/3/2017).

Sektor kehutanan berkontribusi hingga 17,2 persen atau yang terbesar dalam pencapaian target NDC. Sektor lain yang berkontribusi adalah energi (11 persen), pengelolaan limbah dan sampah (0,38 persen), pertanian (0,32 persen), dan sisanya (0,1 persen).

Komitmen pengurangan emisi Indonesia bisa meningkat hingga 41 persen dengan dukungan internasional.

Menurut Masripatin, pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) bisa berkontribusi melalui kegiatan pengelolaan hutan produksi lestari sebagai core business-nya. Caranya, lanjutnya, dengan mengimplementasikan kegiatan REDD+ (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan).

Pihaknya juga mengajak pelaku usaha kehutanan untuk terlibat dalam Gerakan Nasional Program Kampung Iklim, guna membumikan isu adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat tapak dari desa hingga perkotaan.

Masripatin juga berharap agar aksi yang dilakukan bisa di daftarkan dalam Sistem registri Nasional agar capaiannya bisa tercatat.

Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian LHK IB Putera Parthama mengungkapkan, contoh kontribusi nyata IUPHHK dalam pengurangan emisi adalah dengan penerapan konsep Penebangan Rendah Dampak (Reduce Impact Logging-Carbon).

"Jika emisi 'business as ussual', pelepasan emisi mencapai 51 ton setara karbon, dengan RIL-C bisa berkurang hingga 40 persen," kata Putera.

RIL-C akan memperketat kegiatan pembalakan sehingga meminimalkan dan mencegah kerusakan tanah maupun tegakan pohon yang tertinggal.

Perencanaan pembalakan menjadi salah satu kunci, bahkan titik rebah pohon yang dipanen pun direncanakan rinci untuk menghindari kerusakan anakan pohon. Termasuk yang direncanakan mendetil adalah proses penyaradan log. Penerapan RIL-C mampu mengurangi kerusakan hutan hingga 50 persen.

"Kami akan siapkan ketentuan agar semua IUPHHK menerapkan RIL-C," kata Putera.

Putera juga menyatakan, ada sejumlah perusahan IUPHHK Hutan Tanaman Industri (HTI) yang menyatakan janjinya untuk tidak lagi ada deforestasi dalam proses bisnisnya.

Meski belum bisa dicatat sebagai kontribusi pengurangan emisi, tambahnya, namun implementasi janji tersebut ikut mendukung mitigasi perubahan iklim.

Putera menyatakan untuk meminimalkan praktik pembersihan lahan (land clearing) yang bisa meningkatkan emisi gas rumah kaca, Kementerian LHK mengarahkan permohonan HTI pada kawasan hutan yang terdegradasi.

Selain itu, Kementerian LHK juga akan mengeluarkan peraturan tentang multi system silvikultur, sehingga kawasan hutan yang memiliki vegetasi lebat tak perlu di land clearing.

"Kami juga baru mengeluarkan peraturan mengenai pengelolaan gambut yang diharapkan bisa memperkuat upaya mencegah terlepasnya emisi gas rumah kaca," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto, menyatakan pengelolaan HTI memang selayaknya patut diperhitungkan sebagai kontribusi pengurangan emisi.

"Tantangannya adalah menyajikan data yang lebih akurat," katanya.

Dia menambahkan kegiatan restorasi ekosistem dan silvikultur intensif juga berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim.

Namun demikian, ujarnya, perlu insentif agar kegiatan-kegiatan yang berdampak pada mitigasi perubahan iklim bisa dipraktikan lebih luas mengingat tingginya investasi yang diperlukan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: