Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Koruptor Tak Akan Jera Dengan Vonis Ringan (1)

Koruptor Tak Akan Jera Dengan Vonis Ringan (1) Kredit Foto: ICW
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi selama 2016 masih ringan sehingga tidak memberikan efek jera.

"Vonis untuk koruptor tidak memberikan efek jera karena pengadilan masih menghukum ringan pelaku korupsi," kata peneliti Divisi Hukum Dan Monitoring Peradilan ICW Aradila Caesar di Jakarta, Sabtu (4/3/2017).

Secara keseluruhan dari tiga tingkatan pengadilan, yaitu di tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi. Rata-rata vonis untuk koruptor selama 2016 adalah 2 tahun 2 bulan penjara Pada 2016, ICW telah melakukan pemantauan terhadap 573 putusan perkara korupsi di pengadilan Tingkat I (420 putusan), Pengadilan Tingkat Banding (121 putusan) dan Mahkamah Agung (32 putusan).

Dari 573 perkara korupsi yang berhasil terpantau, nilai kerugian negara yang timbul adalah Rp3,085 triliun, suap sejumlah Rp2,605 miliar, 212.000 dolar AS dan 128.700 dolar Singapura. Jumlah denda Rp60,665 miliar dan jumlah uang pengganti sebesar Rp720,3 miliar.

"Sebanyak 76 persen terdakwa korupsi pada 2016 divonis ringan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tingkat pertama. Vonis ringan bukan yang kali pertama terjadi, tercatat vonis ringan terus berulang sejak 2013," kata Aradila.

Kategori ringan didasarkan pada hukuman minimal penjara dalam Pasal 3 UU Tipikor adalah empat tahun penjara, maka hukuman empat tahun ke bawah masuk kategori ringan.

Sedangkan kategori vonis sedang adalah vonis 4-10 tahun, kategori vonis berat adalah terdakwa yang divonis di atas 10 tahun penjara.

"Masih terjadi fenomena berulang, yaitu banyaknya hukuman 1-1,5 tahun dan hukuman 3,5-4 tahun. Bisa jadi hal ini dikarenakan hakim lebih cenderung menjatuhkan hukuman minimal dalam ketentuan Pasal 2, yaitu empat tahun dan pasal 3, yaitu satu tahun," katanya.

Padahal ancaman maksimal penjara dalam UU Tipikor adalah 20 tahun penjara dan rata-rata vonis untuk koruptor selama 2016 adalah 2 tahun 2 bulan penjara. "Maka vonis ini hanya sekitar 1/8 hukuman maksimal," ungkap Aradila.

Ringannya vonis Pengadilan Tipikor itu juga tidak dapat dilepaskan dari tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan.

"JPU gagal dalam memformulasikan hukuman yang tepat bagi terdakwa," katanya.

Jaksa cenderung menuntut terdakwa secara ringan baik pidana penjara maupun pidana denda, tidak disertai dengan kewajiban uang pengganti, minus pencabutan hak politik atau penggunaan tindak pidana pencucian uang.

"Jaksa seolah tidak memiliki keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi," kata Aradila. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: