Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Koruptor Tak Akan Jera Dengan Vonis Ringan (2)

Koruptor Tak Akan Jera Dengan Vonis Ringan (2) Kredit Foto: Ferry Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

ICW juga mencatat pengenaan denda pidana masih rendah, padahal selain pidana pokok berupa pidana penjara, pasal 10 ayat (4) KUHP mengatur tentang pidana denda.

Dalam konteks penjeraan, kombinasi antara hukuman penjara dan denda dimaksudkan untuk menghukum pelaku korupsi seberat-beratnya sehingga menimbulkan efek jera. "Sayangnya kondisi tersebut tak terjadi pada 2016," kata Aradila.

Tercatat pada 2016 ada 346 terdakwa dikenakan denda ringan yaitu kurang dari Rp50 juta. Terdapat kemungkinan terdakwa tidak membayar denda dan menggantinya dengan pidana kurungan yang lamanya relatif singkat.

Padahal UU Tipikor dalam Pasal 2 dan 3 menyebutkan denda pidana yang dapat dikenakan kepada terdakwa.

Pada 2016 setidaknya ada Rp720,3 miliar uang pengganti perkara korupsi, tapi hanya dari 573 putusan yang berhasil ditelusuri sepanjang 2016, hanya ada 246 putusan yang menjatuhkan kewajiban pembayaran uang pengganti.

Jumlah tersebut kurang dari setengah total putusan sepanjang 2016.

Uang Pengganti Jumlah kewajiban uang pengganti tersebut juga lebih kecil dibandingkan dengan total uang pengganti yang tercatat di 2015 yaitu sebesar Rp1,542 triliun dari 183 putusan dan pada 2014 dari 373 putusan dengan uang pengganti Rp1,491 triliun dari 164 putusan.

"Disparitas putusan juga masih menjadi persoalan serius. Saat upaya menghukum kejahatan luar biasa korupsi dengan seberat-beratnya terus didorong," katanya.

Namun lembaga peradilan justru menimbulkan persoalan disparitas sehingga akhirnya akan mencederai rasa keadilan masyarakat dan membuat putusan pengadilan diragukan publik. "Apalagi ada perkara yang serupa tapi diputus berbeda," ungkap Aradila.

Tercatat ada 56 terdakwa yang dibebaskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor. MA juga tercatat pernah membebaskan seorang terdakwa korupsi yaitu mantan Wali Kota Tual Adam Rahayan yang merugikan keuangan negara sekitar Rp5,785 miliar dalam perkara korupsi dana asuransi anggota DPRD Maluku Tenggara periode 1999-2004.

Sejak 2013 hingga 2016 aktor yang paling banyak terjerat korupsi adalah yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota serta pihak swasta.

Kedua aktor yang mendominasi putusan Pengadilan Tipikor mengindikasikan adanya persoalan serius terkait hubungan kedua aktor tersebut dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan. "Besar kemungkinan sektor pengadaan barang dan jasa masih menjadi primadona sektor yang dibajak untuk meraup keuntungan," kata Aradila.

Untuk itu, ICW memberikan sejumlah saran kepada MA.

"MA harus melihat fenomena ini sebagai bahan evaluasi dan mengambil kebijakan perubahan karena korupsi merupakan kejahatan yang terorganisir dan kejahatan yang melanggar HAM maka harus pula diadili dan dihukum dengan hukuman yang lebih berat agar tercipta keadilan di masyarakat dan melahirkan efek jera bagi pelaku," ungkap Aradila.

ICW juga meminta MA merumuskan kebijakan terkait vonis korupsi dalam Surat Edaran MA (SEMA) atau Peraturan MA (PERMA) yang mewajibkan hakim Tipikor untuk menjatuhkan vonis yang lebih berat.

"Selain itu memaksimalkan pidana pokok dan pidana tambahan seperti denda, uang pengganti, pencabutan hak politik, dana pensiun atau penghapusan status kepegawaian koruptor serta menghapus hak mendapatkan remisi terdakwa yang bukan 'justice collaborator' atau 'whistle blower'," kata Aradila. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: