Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rahasia di Balik Kesuksesan Bisnis Kaos C59

Rahasia di Balik Kesuksesan Bisnis Kaos C59 Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

Bagi Anda penggemar kaos, mungkin tidak asing lagi dengan brand C59 yang merupakan kependekan dari Caladi Lima Sembilan. Produk yang awalnya hanya diproduksi secara tradisional?ini kini sudah menembus pasar internasional.

Adalah Marius Widyarto yang lebih dikenal dengan nama Wiwied yang semenjak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) Alosius Bandung sudah gemar?berjualan kaos. Alasannya sederhana, sewaktu remaja dia tidak sanggup membeli kaos produk luar negeri yang sering dibawa teman-teman sekolah sepulang liburan. Akhirnya, dia membuat kaos sendiri dengan kualitas yang hampir sama dengan kaos produk luar negeri tetapi harganya murah. Awalnya sedikit mencontek, tapi dimodifikasi dengan keinginan?menonjolkan image Bandung.

Walhasil, kaosnya disukai teman-teman di sekolah. Seiring berjalan waktu, dia pun mengerjakan kaos untuk acara sekolah.

"Karena sekolah saya favorit di mana anak-anak orang kaya yang sekolah di sana, kalau temen saya pulang liburan dari luar negeri, dia bawa pulang kaos produk luar negeri. Saya kepikiran, kalau saya enggak?bisa beli kaos produk luar negeri, lebih baik bikin kaos sendiri," katanya kepada Warta Ekonomi di Bandung, Minggu (12/3/2017).

Kebiasaan berjualan kaos berlanjut ketika Wiwied masuk perguruan tingi di jurusan Studi Pembangunan Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung. Di sini dia menemukan konsep baru dalam mendesain kaos yaitu bertemakan melawan mainstream dari produk kaos yang ada. Wiwied membuat kaos untuk aksi demonstrasi termasuk kritik terhadap dosen.

"Responsnya bagus, banyak teman saya yang beli kaos," ujarnya.

Ia mulai profesional terjun ke bisnis kaos pada tangggal 12 Oktober 1980. Pada awalnya usaha yang dibangun berbentuk badan usaha perseorangan dengan modal awal sebesar Rp2,5 juta. Modal tersebut ia peroleh dari hasil penjualan kado perkawinan sang istri, Maria, yang dinikahi pada tahun 1980. Modal sebesar itu digunakan untuk membeli dua unit mesin jahit dan satu unit mesin obras juga bagi modal kerja untuk belanja bahan baku dan upah.

Berangkat dari hobi yang menghasilkan. Dia memutuskan untuk menjadikan berjualan kaos sebagai pilihan profesi. Sekarang bisnis kaos C59 sudah berjalan hampir 37 tahun karena Wiwied memiliki prinsip "C" yaitu consistent dan commitment.

"Saya sendiri tidak pernah kerja untuk orang lain. Saya coba tekuni pekerjaan ini karena hobi yang menghasilkan. Saya enggak pernah pindah-pindah di bisnis lain karena prinsip saya, "C" yaitu consistent dan commitment," tegasnya.

Penggemar olahraga renang ini menilai wajar jika hambatan memulai bisnis adalah tidak memiliki modal. Dia mengaku bahwa sejak menginjak usia 24 tahun pola pikirnya sudah berubah karena sejak kecil selalu bergaul dengan teman-teman yang berasal dari kalangan Tionghoa atau China yang terkenal dengan jiwa wirausaha.

"Dari kecil saya sering bergaul dengan orang-orang China. Saya lihat teman-teman saya kalau pergi sekolah kok tidak?malu bawa termos es ke sekolah lalu disimpan di kantin. Itu menginspirasi saya, oh ternyata begini cara orang kerja," ungkapnya.

Seiring perjalanan waktu dia bisa membangun jejaring?dengan komunitas dan akhirnya membuat kaos yang kini dipakai berbagai kalangan dari mulai anak sekolah dasar hingga kalangan instansi militer. Wiwied menilai modal bukan dasar?usaha karena dia memiliki jaringan?yang kemudian bisa menjual kaos ke berbagai kalangan.

"Kembali ke prinsip "C" yaitu community, selama ini C59 diperkuat oleh komunitas. Begitu saya punya bisnis kaos, saya punya komunitas seperti terjun payung (Apes), selain itu otomotif seperti Brotherhood, Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) Bandung," ungkapnya.

Perjuangan membesarkan nama C59 bukan tanpa kegagalan. Di awal merintis bisnis kaos dia mengaku sudah sering tertipu. Wiwied pun mengevaluasi kekurangannya seperti melihat kembali perencanaan, organizing, Actual, dan control (POAC)

"Dulu awal memulai bisnis kaos, pernah kejadian misalnya ada salah satu instansi mulanya disablon kaosnya dengan logo di dada kanan, tetapi setelah kaos jadi mereka komplain dengan harusnya di dada kiri. Akhirnya, saya rugi seribu potong kaos," jelasnya.

Untuk menutupi utang seribu kaos itu Mas Wiwied harus mengganti ke pabrik dengan menjadi buruh sablon. Harga kaos waktu itu Rp3 ribu, sedangkan rumah yang baru dia beli seharga Rp3,2 juta di Jalan Caladi 59 yang kini menjadi showroom-nya harus disita karena kerugian kaos itu. Namun, menurutnya, bukan pengusaha jika menyerah begitu saja. Dia pun menawarkan jasa sablon kaos kepada pabrik yang meminjamkan modal proyek seribu kaos yang gagal tersebut.

"Akhirnya bagaimana kalau barter saja saya menyablon karena waktu itu pabrik yang meminjamkan modal mempunyai order hingga 10 ribu kaos. Lebih baik saya cepat melunasi utang itu daripada diomongin orang, kan yang namanya bisnis itu trust, kepercayaan orang," tegasnya.

Selama tiga sampai empat bulan akhirnya utang kepada pabrik yang meminjamkan modal tersebut terlunasi. Seribu potong kaos yang dianggap gagal itu ternyata berhasil dijual?kembali dengan cara dimodifikasi atau didesain ulang sehingga diminati pasar.

"Saya utak-atik lagi tuh seribu kaos yang gagal, eh ternyata laku juga dijual," katanya

Selain menjual kaos tersebut, Wiwied pun menyumbangkannya ke korban banjir. Menurutnya, bisnis bukan saja berambisi untuk memperoleh keuntungan tapi harus peduli terhadap sesama.

"Bisnis itu enggak?selalu harus mikirin untung maka selain dijual kaos yang gagal itu saya bagikan buat korban banjir," jelasnya.

Ia menyampaikan bahwa pada awalnya strategi pemasaran C59 sangat sederhana , yakni mengandalkan pemasaran dari mulut ke mulut konsumen (word of mouth). Wiwied pun semaksimal mungkin membuat produk yang berkualitas baik karena dengan kualitas itu maka memudahkan pemasaran produk. Namun, yang membedakan produk C59 dengan produk yang lain asal Bandung adalah C59 memiliki garansi bagi konsumen,

"Jadi, kalau Anda pesan kaos kepada kami enggak?puas, ukuran enggak?tepat, luntur, kami ganti," tegasnya

Wiwied mengakui harga kaos C59 lebih mahal apabila dibandingkan dengan produk lain. Akan tetapi, ia menegaskan C59 memiliki komitmen salah satunya seperti tepat waktu pengerjaaan, pengiriman, maupun tepat jumlah orderan. Menurutnya, Gang Caladi yang merupakan alamat rumah ini menjadi brand nama perusahaan agar konsumen tahu rumahnya, kalau produk C59 tidak memuaskan, konsumen bisa langsung komplain begitupun sebaliknya konsumen bisa datang langsung menghubungi rumahnya.

"Saya ingin konsumen tahu alamat rumah saya yang juga tempat produksi C59, ke mana pun saya pindah termasuk sekarang pabrik di Cigadung, tetap C59," ungkapnya.

Soal penjualaan dengan sistem online, Wiwied mengatakan bahwa di era serba digital seperti sekarang ini pihaknya menggunakan media sosial sehingga berdampak terhadap omzet penjualan yang mencapai miliaran rupiah per tahun.

"Ya, kalau pakai strategi pemasaran online kita pakai juga. Ngaruh juga ke omzet, cukuplah buat gaji 500 karyawan C59," ungkapnya

Strategi lain adalah inovasi produk yang selalu melawan mainstream produk yang sudah ada. Dia berani menjual sesuatu yang "C" yaitu creative?untuk konsumen loyal atau pelanggan tetap.

"C59 menawarkan desain yang berbeda dengan tahun sebelumnya bahkan konsumen loyal ini ditawari desain untuk tahun depan sehingga konsumen tersebut tidak pindah ke produsen kaos lain, ini jadi diferensiasi produk kita dengan yang lain," jelasnya.

Selain itu, dalam diferensiasi produk C59 selalu disesuaikan dengan usia konsumen seperti anak-anak, remaja, dan dewasa.

"Dari segmentasinya berubah ke lokasi pemasaran misalnya membuat tema Papua, Ambon, Manado. Tema itu berasal dari perbedaan gaya sehingga memunculkan tema Bhineka Tunggal Ika," imbuhnya

Dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) C59 menerapkan pola yang hampir sama dengan perusahaan lain seperti melakukan training.?Setiap tahun karyawan yang bekerja di C59 dievaluasi dan di-rolling sehingga kompetensi?karyawan tumbuh. Alhasil, setiap?karyawan C59 mempunyai?kompetensi untuk memulai?usaha sendiri lalu?menjadi partner bisnis C59.

"Diharapkan, karyawan C59 tidak selamanya kerja di sini. Suatu hari mereka harus memiliki usaha sendiri dengan modal ilmu yang kita berikan di sini," ujarnya.

Dalam mengelola manajemen risiko karyawan, C59 menjamin kesehatan karyawan dengan progran BPJS Kesehatan. Perkembangan C59 dari waktu ke waktu menunjukkan hasil yang makin baik. Ini bisa dilihat bahwa saat ini produknya ditawarkan melalui 22 showroom dan lebih dari 250 outlet di seluruh Indonesia. Distributor produknya tersebar mulai dari Medan sampai ke Ujung Pandang.

Makin berkembangnya bisnis dan order yang diperoleh akhirnya menuntut suatu peningkatan modal kerja. Kebutuhan modal ini menjadi suatu pemikiran yang serius mengingat makin banyak order yang masuk sedangkan bahan baku yang dibutuhkan harus disediakan lebih dahulu guna mempercepat pelayanan.

Pada tahun 1989 datang order dari Bank Niaga untuk pembuatan kaos oblong. Ada diskusi singkat saat itu, Bank Niaga melihat potensi yang dimiliki oleh C59 untuk berkembang jauh lebih besar. Bank Niaga kemudian menawarkan pinjaman yang dapat digunakan untuk investasi juga untuk tambahan modal kerja. Kesempatan ini diterima oleh C59 sebagai bantuan yang sangat berharga.

"Kebetulan saya kenal dengan Bos Bank Niaga dan bersedia menempatkan salah satu stafnya untuk duduk dalam kegiatan operasional sehari-hari sehingga penggunaan dana yang dipinjamkan dapat lebih terjamin keamanannya," ungkapnya.

Menghadapi era pasar?bebas, C59 juga sudah mulai menjalin hubungan perdagangan dengan pihak luar negeri. Hal ini dibuktikan dengan makin tingginya nilai ekspor yang dicapai setiap tahun. Ekspor yang sudah dilakukan antara lain ke Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Australia, Jepang, Jerman, Inggris, Cheko, Slovakia, dan Amerika Serikat. Di akhir perbincangannya dengan Warta Ekonomi, Wiwied pun membagikan rahasia suksesnya menjalankan bisnis kaos C59.

Wiwied menilai pada titik dasar bisnis bukanlah pencarian keuntungan melainkan pencarian kehidupan karena keuntungan terakhir bukanlah bersifat finansial melainkan eksistensial yaitu agar hidup semakin dapat dinikmati sebagai rahmat dan kemanusiaan semakin mantap dihayati sebagai berkat.

Itu sebabnya, dikatakan Wiwied, bisnis berarti perluasan hubungan kekerabatan, penajaman kepekaan terhadap martabat kemanusiaan, dan proses belajar agar semakin mampu membagi keuntungan. Itu sebabnya, sambil bersama bekerja seyogyanya setiap pengusaha semakin dapat bersama, berduka, dan berbahagia.

"Dan kenapa?C59 hingga kini kami gumuli? Sebab C59 adalah cara akrab masyarakat untuk menampilkan dirinya sendiri," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: