Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

JPU Sebut Saksi Fakta Ahok Tidak Konsisten

JPU Sebut Saksi Fakta Ahok Tidak Konsisten Kredit Foto: Pool/Eko Siswono/Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono, dalam sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan kesaksian dari saksi fakta Juhri yang didatangkan tim kuasa hukum Ahok tidak konsisten.

"Terkait selebaran jelang Pilkada Bangka Belitung 2007, ada yang tidak konsisten dari pernyataan saksi. Saat ditanya hakim, saksi mengatakan bahwa temuan selebaran tersebut tidak ada tindak lanjut dan konfirmasi," kata Ali dalam sidang ke-14 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Juhri yang saat itu menjabat Ketua Panwas Kabupaten Belitung menyatakan selebaran itu sudah dilaporkan kepada Panwas Provinsi dengan dugaan adanya pelanggaran pidana.

"Berdasarkan hasil rapat pleno kami, bahwa selebaran itu harus diteruskan ke Panwas Provinsi terkait administrasi dan dugaan pidananya," kata Juhri.

Lebih lanjut, Ali pun menanyakan kepada saksi Juhri apakah pelanggaran tersebut sudah dilaporkan ke pengadilan. "Belum," jawab Juhri.

Atas dasar itu, Ali menyatakan adanya ketidakkonsistenan karena di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi Juhri terdapat pertanyaan apakah Panwaslu menindaklanjuti pelangaran tersebut.

"Dijawab telah dilaporkan Panwas Kabupaten ke Panwas Provinsi dan terhadap pelanggaran tersebut sudah diproses. Namun, berdasarkan kajian Panwas Provinsi disebutkan hasil dari laporan tersebut belum ada pelanggaran pidana. Jadi, mana yang benar?," kata Ali.

Juhri menyatakan dalam rapat pleno itu, Panwas Kabupaten menghimpun semua laporan pelanggaran yang masuk termasuk dari tim sukses Ahok-Eko Cahyono.

"Kemudian setelah kami bawa ke pihak kepolisian ternyata hasilnya tidak ada dugaan pidana, jadi di BAP itu salah," ucap Juhri.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: