Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KLHK: UKM Kehutanan Makin Minati SVLK

KLHK: UKM Kehutanan Makin Minati SVLK Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Usaha kehutanan berskala kecil dan menengah semakin meminati Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) karena sistem tersebut terbukti mampu mendukung peningkatan kapasitas kelembagaan dan menaikan daya saing produk yang dihasilkan.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rufi'ie di Jakarta, Selasa (14/3/2017) menyatakan, pihaknya menerima banyak permohonan dari kelompok-kelompok usaha kehutanan skala kecil dan menengah untuk mendapat dukungan dalam proses sertifikasi SVLK.

"Ini menunjukan bahwa masyarakat sangat antusias. Antusiasme UKM karena SVLK memberi manfaat besar untuk mendukung peningkatan usaha," kata dia di sela Indonesia Furniture Expo 2017 di Jakarta International Expo Kemayoran.

Dia menyatakan, berkat SVLK banyak UKM yang tadinya hanya bermain di pasar lokal, kini bisa mengekspor produk yang dihasilkan.

Tak hanya itu, lanjutnya, mereka juga bisa melakukan ekspor secara langsung tanpa melalui pedagang perantara sehingga margin yang diperoleh bisa lebih optimal.

"Konsumen internasional menghargai produk yang produksinya memanfaatkan bahan baku kayu yang legal dan lestari," katanya.

Dia menyatakan, Kementerian LHK memang menyediakan anggaran untuk membiayai usaha kecil dan menengah (UKM) untuk memperoleh sertifikat legalitas kayu (V-Legal) dan tahun ini besarnya sekitar Rp500 juta.

UKM yang dibiayai mulai dari hutan rakyat sampai usaha di hilir seperti furnitur.

Menurut dia, kementerian dan lembaga pemerintahan lain juga menyediakan anggaran untuk mendukung proses sertifikasi UKM. Selain itu ada juga anggaran sebesar Rp1 miliar yang berasal dari Multistakeholder Forestry Program III, program kerja sama Indonesia-Inggris.

"Beberapa lembaga sertifikasi juga menyediakan sertifikasi gratis sebagai bagian dari program CSR-nya," katanya.

Berdasarkan data Kementerian LHK, sampai Januari 2017, terdapat 1.392 industri primer, 1.615 industri sekunder (termasuk furnitur), 172 unit tempat penampungan terdaftar dan 85 unit pedagang ekspor yang telah memperoleh sertifikat legalitas kayu.

Rutin ekspor Di tempat yang sama, pemilik UD Romansa Jati Wibi Hananta mengungkapkan, pihaknya kini rutin mengekspor produk furnitur ke Maladewa, Tiongkok, dan Belgia.

Menurut dia, hal itu sejak usahanya memperoleh sertifikat legalitas kayu pada Desember 2013 berkat dukungan Kementerian LHK.

"SVLK mendorong kami untuk melengkapi semua dokumen legalitas, bukan hanya untuk kayu saja, tapi juga legalitas usaha," kata mahasiswa Universitas Merdeka, Malang itu.

Efeknya, lanjut Wibi omset UD Romansa Jati terus meningkat, dari sebelumnya hanya berkisar Rp400 juta-Rp600 juta per tahun, hingga mencapai Rp1,2 miliar pada 2016.

"Margin keuntungan juga meningkat. Ini berkat perbaikan manajemen yang terpacu sejak mulai menerapkan SVLK," katanya.

Selain itu juga karena UD Romansa Jati kini bisa mengekspor langsung ke konsumen sehingga mendapat harga jual yang lebih baik.

"Kalau diekspor melalu pedagang perantara, harga ditekan," katanya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: