Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Implementasi Zakat Dinilai Relevan dengan SDGs

Implementasi Zakat Dinilai Relevan dengan SDGs Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai implementasi zakat relevan dengan pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

"Pelaksanaan SDGs sebagai alat untuk mencapai Agenda Pembangunan Nasional dapat dilengkapi dengan dukungan pelaksanaan zakat," ujar Bambang saat menjadi pembicara dalam Konferensi World Zakat Forum 2017 di Jakarta, Kamis (16/3/2017).

Dalam konteks pengentasan kemiskinan, zakat di Indonesia memiliki potensi kontribusi besar dalam perekonomian. Sejak Indonesia menjadi penduduk muslim terbesar di dunia, yakni 85 persen dari total penduduk di Indonesia atau sekitar 216,6 penduduk (BPS, 2015), dana zakat dapat dikumpulkan secara optimal dari umat Islam.

Hal tersebut juga dapat digambarkan dari meningkatnya nilai Zakat, Infaq, dan Sadaqah (ZIS) sejak tahun 2002 hingga 2015. Berdasarkan data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), pada 2015 terjadi peningkatan dalam pengumpulan zakat di Indonesia dari 240,17 juta dolar AS atau sekitar Rp3,19 triliun (kurs Rp13.300 per dolar AS) pada 2014 menjadi 269,29 juta dolar AS atau sekitar Rp3,58 triliun.

Distribusi Zakat di Indonesia tersalurkan di beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, dakwah, kesehatan, dan sektor sosial. Di antara sektor-sektor tersebut, sektor sosial memiliki alokasi tertinggi di tingkat nasional, dengan hampir setengah dari total dana zakat, yaitu 41,27 persen atau hampir Rp 1 triliun.

Sekitar setengah dari itu, khususnya 20,35 persen atau hampir Rp500 miliar, dialokasikan untuk sektor pendidikan. Kemudian diikuti sektor konomi dan dakwah dengan alokasi masing-masing 15,01 persen atau sekitar Rp340 miliar dan 14,87 persen atau sekitar Rp330 miliar. Selain itu, proporsi terkecil dari distribusi zakat yaitu 8,5 persen atau sekitar Rp200 miliar dialokasikan di sektor kesehatan.

Dengan potensinya menjadi semacam peredam tekanan atau "shock absorber" terhadap guncangan eksternal, keuangan syariah dapat membantu dalam mencapai SDG-8 (pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi) dan pertumbuhan lainnya terkait SDGs.

Keuangan Islam dinilai dapat berperan dalam realisasi tujuan yang berkaitan dengan SDG-1 (tidak adakemiskinan), SDG-2 (tidak ada kelaparan), SDG-3 (kesehatan dan kesejahteraan) , SDG-5 (kesetaraan gender), SDG-8 (pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi) dan SDG-16 (perdamaian, keadilan dan lembaga yang kuat).

"Instrumen redistributif seperti zakat, wakaf dan sedekah, memiliki memainkan peran penting dari perlindungan sosial dan mengurangi kemiskinan dengan cara yang bermartabat dan mengarahkan ke inklusi keuangan dan sosial yang lebih luas," ujar Bambang.

Menurutnya, potensi mobilisasi sumber daya yang kuat, terutama untuk pembangunan infrastruktur, keuangan syariah dapat membuka jalan bagi realisasi tujuan yang terkait dengan SDG -6 (air bersih dan sanitasi), SDG-7 (energi yang terjangkau dan bersih), SDG-9 (industri, inovasi dan infrastruktur), dan SDG-11 (kota berkelanjutan dan masyarakat). (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: