Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI Malang Akui Banyak KUVA Tak Berizin

BI Malang Akui Banyak KUVA Tak Berizin Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Malang -

Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Malang menyatakan banyak kegiatan usaha valuta asing ("KUVA") di wilayah kerjanya yang tidak memiliki izin usaha karena ketidaktahuan pemilik.

"Di Kabupaten Malang saja ada belasan KUVA yang beroperasi dan memasang banner, tetapi tidak mengantongi izin. Para pemilik KUVA ini rata-rata tidak tahu kalau usaha mereka juga harus mengantongi izin," kata Kepala Tim Sistem Pembayaran Pengelolaan Uang Rupiah, Layanan dan Administrasi (SP PUR LA) BI Malang Rini Mustikaningsih di Malang, Jawa Timur, Rabu (22/3/2017).

Rini mengemukakan rata-rata pengusaha (KUVA) di wilayah kerja BI Malang hanya mengantongi izin dari Dinas Perdagangan di daerah setempat saja, padahal KUVA juga harus memiliki izin dari instansi terkait lainnya, termasuk BI.

Ia mengaku sudah beberapa kali melakukan tindakan persuasif agar KUVA yang belum berizin segera mengurus izinnya, sebab mulai 7 April mendatang seluruh KUVA harus sudah mengantongi izin. Hingga saat ini, di Malang baru ada 10 KUVA yang memiliki izin, sedangkan lainnya masih belum.

Namun, lanjutnya, setelah ada pendekatan persuasif, saat ini ada dua KUVA yang mengajukan perizinan dan berkasnya lengkap, sehingga langsung diproses. Bagi KUVA yang belum memiliki izin hingga 7 April nanti, kegiatan usahanya harus dihentikan sementara sampai izinnya keluar.

Untuk menertibkan KUVA-KUVA tanpa izin itu nanti, kata Rini, pihaknya menggandeng kepolisian, bahkan Badan Narkotika Nasional (BNN) di wilayah kerja BI. Penertiban terhadap KUVA tersebut, di antaranya bertujuan untuk mengantisipasi atau mencegah adanya pencucian uang dan mendeteksi jika adanya pola pendanaan teroris.

KUVA -KUVA tersebut, ujarnya, tidak hanya sekadar mengantongi izin semata, tetapi secara berkala harus melaporkan kegiatan dan transaksi KUVA-nya.

Menyinggung usaha KUVA di wilayah kerja BI, Rini mengakui sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan penukaran uang asing para tenaga kerja Indonesia (TKI/TKW) dan usaha itu juga dijalankan oleh ibu-ibu rumah tangga.

Meski demikian, bukan berarti KUVA tersebut bebas dari ketentuan yang berlaku. Mereka tetap diedukasi dan dipetakan keberadaannya melalui pendekatan persuasif. "Yang pasti, setelah 7 April nanti kalau masih belum ada izinnya, ya harus tutup atau berhenti beroperasi sampai izinnya keluar," paparnya.

Menyinggung modal awal setor untuk membuka KUVA, Rini mengatakan minimal Rp100 juta dan harus WNI. Namun, ada beberapa daerah yang modal setor awalnya lebih tinggi, yakni Rp250 juta, seperti di Batam, Denpasar dan Kabupaten Badung.

"Modal setor awal sebesar Rp250 juta itu menyesuaikan dengan kondisi daerahnya, namun untuk daerah lainnya tetap Rp100 juta. Harapan kami, setelah kami lakukan pemetaan dan pendekatan persuasif, para pemilik KUVA ini mengurus izinnya agar tidak sampai ditutup atau dihentikan paksa oleh aparat," urainya.

Menyinggung KUVA yang bandel tidak mengurus izinnya, tetapi tetap beroperasi, Rini mengatakan itu kewenangan aparat kepolisian. "Saya rasa aparat memiliki pasal-pasal sendiri untuk menjerat KUVA-KUVA yang bandel itu, BI tidak punya kewenangan untuk mengeksekusi, tetapi mengedukasi," ujarnya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: