Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DJP Jabar Catat Penerimaan dari Tax Amnesty Rp5,8 Triliun

DJP Jabar Catat Penerimaan dari Tax Amnesty Rp5,8 Triliun Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I (Kanwil DJP Jabar I) hingga Senin, 20 Maret 2017 berhasil mengumpulkan penerimaan dari program amnesti pajak sebesar Rp5,8 triliun.

Plh Kepala Kanwil DJP Jabar I Liza Khoironi menjelaskan jumlah tersebut berasal dari 47.715 surat pernyataan harta (SPH) dengan total nilai harta wajib pajak yang diungkap sebesar Rp249,19 triliun yang terdiri dari nilai harta yang direpatriasi sebesar Rp5,33 triliun, jumlah deklarasi harta luar negeri sebesar Rp59,86 triliun, dan deklarasi harta di dalam negeri sebesar Rp184 triliun.

"Kami menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam suksesnya program amnesti pajak ini dan akan terus bersinergi dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak," katanya kepada wartawan di Bandung, Kamis (23/3/2017).

Liza berharap semua peserta amnesti pajak berkomitmen untuk menjadi wajib pajak yang lebih baik. Bagi yang belum memanfaatkan amnesti pajak diimbau agar segera memanfaatkan kesempatan yang tersisa sampai 31 Maret 2017.

"Banyak manfaat yang bisa diperoleh. Salah satunya adalah pembebasan sanksi administrasi atas pajak yang terutang dan tidak akan dilakukan pemeriksaan," ucapnya.

Kanwil DJP Jabar I akan fokus dan konsisten dalam melaksanakan amanat Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak setelah masa Amnesti Pajak berakhir dengan memanfaatkan momentum era keterbukaan informasi sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk sembunyi dari pajak.

Lebih jauh, Liza mengatakan pasal tersebut menyebutkan sanksi yang diberikan apabila wajib pajak tidak menyampaikan surat pernyataan harta sampai dengan periode amnesti pajak berakhir dan Direktorat Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai harta wajib pajak yang diperolehnya sejak tanggal 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT tahunan PPh.

"Atas harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud," imbuhnya.

Hal ini didukung oleh hasil pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara-negara yang tegabung dalam G20 pada 17-18 Maret 2017 di Jerman.

Secara bulat menyepakati agar program Pertukaran Informasi Perpajakan Otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEOI) dan pelaksanaan prinsip penghindaran base erosion and profit shifing (BEPS) sepenuhnya diimplementasikan mulai September 2017 dan selambat-lambatnya bulan September 2018.

Liza menambahkan Direktorat Jenderal Pajak juga telah bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan meluncurkan sistem izin pembukaan rahasia penyimpanan nasabah untuk tujuan perpajakan. Sistem ini terbagi menjadi dua aplikasi, yaitu Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (Akasia) bagi internal Kementerian Keuangan dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) bagi internal OJK. Meski begitu, pemerintah tetap menjamin situasi nasional yang kondusif untuk usaha dan investasi.

Program amnesti pajak ini berakhir berbarengan dengan jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi.

"Untuk itu, diingatkan kembali untuk segera menyampaikan SPT Tahunan dengan lengkap, benar, dan jelas sebelum jatuh tempo berakhir," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: