Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Birokrasi Mahkamah Konstitusi Perlu Direformasi?

Birokrasi Mahkamah Konstitusi Perlu Direformasi? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekitar dua pekan lalu, Komisi Yudisial memberikan apresiasi atas kinerja Mahkamah Konstitusi (MK) tetapi kini benteng terakhir bagi publik dalam mencari keadilan kembali disorot lantaran terbongkarnya kasus pencurian dokumen oleh orang dalam lembaga negara itu.

Pada 9 Maret lalu, Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari memberikan apresiasi terhadap kinerja MK yang dinilainya sudah tampil sebagai organisasi moderen yang transparan dan akuntabel.

Di luar kasus suap yang menimpa Akil Mochtar (mantan Ketua MK) dan Patrialis Akbar (Hakim Konstitusi yang pernah juga menjabat Ketua MK) yang menyangkut rendahnya integritas hakim, menurut Aidul, dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh MK itu, MK sebagai lembaga peradilan sudah tampil dengan lebih profesional.

Aidul memuji bagaimana MK mampu melakukan manajemen putusan yang sudah dapat langsung diakses dalam jaringan hanya beberapa saat setelah diputus sehingga menjadikan MK sebagai lembaga peradilan yang memiliki transparansi serta akuntabilitas yang tinggi.

Bahkan Aidul membandingkan kinerja MK dengan MA (Mahkamah Agung) yang karena terkesan kurang transparan dan disesaki oleh mafia perkara. Aidul menyebutkan MK secara kelembagaan telah menampilkan diri sebagai peradilan dengan independensi tinggi.

Aidul juga memuji sumber daya manusia di MK yang dinilai lebih unggul dibandingkan dengan lembaga yudikatif lainnya seperti MA dan KY.

Di luar hakim konstitusi, banyak pegawai MK yang sudah menempuh gelar doktor sehingga sangat membantu tugas MK dalam membuat putusan, katanya.

Tampaknya apresiasi dan pujian itu perlu dikoreksi mengingat kini MK disorot publik lagi. Kali ini dalam kasus pencurian dokumen penting.

Pada Rabu (22/3), MK mengumumkan pemecatan terhadap empat karyawan yang diduga mencuri dokumen berkas permohonan perkara sengketa hasil Pilkada Kabupaten Dogiyai, Papua.

Ketua MK Arief Hidayat menyebutkan, empat orang yang terlibat dalam pencurian itu adalah Kepala Sub-Bagian Humas Rudy Haryanto, pegawai bernama Sukirno dan dua orang petugas keamanan.

Mereka diduga melakukan pencurian, berdasarkan bukti rekaman kamera pengawas di MK dan penyelidikan internal yang dilakukan MK.

Kasus tersebut juga sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya untuk diproses secara hukum. Untuk selanjutnya tugas kepolisian menyelidiki motif dan kepentingannya, sampai bila ada pihak luar pun yang diduga terlibat akan diproses di kepolisian.

Berkas sengketa Pilkada Kabupaten Dogiyai dimohonkan ke MK oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Dogiyai, Markkus Waine dan Angkian Goo, dikabarkan hilang. Kehilangan berkas perkara ini dipermasalahkan oleh kuasa hukum pemohon.

Arief Hidayat meyakinkan bahwa berkas yang hilang adalah satu eksemplar permohonan awal yang tidak akan digunakan dalam pemeriksaan, namun hanya sebagai penentu apakah permohonan yang diajukan sesuai dengan tenggat waktu pengajuan permohonan atau tidak.

Menurut dia, hal yang menjadi dasar pemeriksaan adalah berkas permohonan yang sudah diperbaiki dan sampai saat ini pemeriksaan sengketa Pilkada Kabupaten Dogiyai tidak ada masalah dan berjalan sebagaimana dengan kasus-kasus lainnya.

MK sebelumnya membantah kasus pencurian berkas itu. Pada 15 Maret lalu, Sekretaris Jenderal MK M Guntur Hamzah membantah adanya berkas permohonan perkara sengketa hasil Pilkada Kabupaten Dogiyai.

Saat menyampaikan bantahan itu, Guntur juga menegaskan bahwa berkas asli dari perkara Dogiyai masih dimiliki oleh MK dan proses persidangan akan tetap dilaksanakan sesuai jadwal.

Berkas perkara yang diajukan oleh pemohon dari Kabupaten Dogiyai juga sudah dimasukkan ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK).

Setelah pilkada serentak pada 15 Februari lalu di 101 daerah, MK menjadwalkan peradilan sengketa pilkada sebanyak 50 kasus.

Kasus yang menimpa MK itu mendapat sorotan dari berbagai kalangan, termasuk politisi.

Politisi dari Partai Hanura, Sarifuddin Sudding, misalnya, menyampaikan bahwa birokrasi di MK perlu direformasi secara menyeluruh.

Reformasi birokrasi secara menyeluruh perlu dilakukan tidak hanya pada tingkat petinggi MK seperti hakim konstitusi tetapi juga sampai ke staf hingga karyawan di tingkat bawah.

Ia memandang kasus pencurian berkas perkara sengketa Pilkada tersebut tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua orang saja tetapi sudah merupakan aksi kejahatan yang terencana dan melibatkan cukup banyak orang.

Untuk itu perlu juga pengusutannya sampai kepada aktor-aktor intelektualnya.

Secara mudah tampaknya dapat dipahami bahwa tidak mungkin empat karyawan yang melakukan pencurian itu bila tidak ada pesanan atau diminta oleh orang yang berkepentingan dalam hasil pilkada tersebut. Untuk itu penegak hukum perlu mengusut tuntas hingga ke aktor intelektualnya.

Bagaimanapun kasus pencurian berkas tersebut telah mempertaruhkan citra MK di mata publik. MK benar-benar perlu berbenah diri dan melakukan bersih-bersih internal secara sungguh-sungguh. (Ant/Budi Setiawanto)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: