Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

IKAHI Keluhkan Permasalahan Ini kepada Jokowi

IKAHI Keluhkan Permasalahan Ini kepada Jokowi Kredit Foto: Pool/Eko Siswono/Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) mengeluhkan kondisi Indonesia yang kekurangan hakim kepada Presiden RI Joko Widodo sekaligus meminta solusi atas persoalan tersebut.

"Yang pertama kami sampaikan kepada Presiden bahwa di Indonesia terjadi kekurangan hakim karena sudah 7 tahun tidak ada penerimaan hakim di Indonesia," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikahi Suhadi di Kantor Presiden Jakarta, Senin (27/3/2017).

Pada kesempatan itu, pihaknya diterima oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta.

Para Pengurus Pusat Ikahi yang hadir, yakni, Ketua Umum H. Suhadi, Ketua I I Gusti Agung Sumanatha, Ketua II H. Amran Suadi, Ketua III Burhan Dahlan, Ketua IV H. Yulius Rivai, Sekretaris Umum Kadar Slamet, Sekretaris I M. Fauzan, Bendahara I Abdul Goni, dan Bendahara II Multiningdyah Elly Mariani.

Sementara itu, Presiden didampingi Menkumham Yasonna Laoly dan Seskab Pramono Anung.

Suhadi mengatakan bahwa krisis hakim terjadi di Indonesia dalam 7 tahun terakhir, sedangkan hakim yang pensiun terus terjadi sesuai dengan batas umur yang ditentukan.

"Oleh sebab itu, karena tidak ada penerimaan hakim selama 7 tahun, terjadi kekurangan hakim di Indonesia, terutama di tingkat pertama dan di tingkat banding," katanya.

Lebih lagi, lanjut dia, ada Keputusan Presiden RI tentang pemekaran wilayah yang harus didirikan pengadilan di dalamnya.

Tercatat 86 daerah baru yang harus ada pengadilannya, dan pengadilan belum dapat melaksanakan keppres tersebut karena, antara lain, kekurangan hakim.

"Jika di dalam satu pengadilan itu dibutuhkan lima orang hakim, ketua, wakil, dan tiga anggotanya, dibutuhkan sekitar 512 orang hakim di pengadilan yang ada di dalam kepres tersebut," katanya.

Ia mengeluhkan terkait dengan pemotongan usia pensiun hakim kepada Presiden, yakni dari 70 tahun menjadi 65 tahun untuk hakim agung, 67 tahun menjadi 63 tahun untuk hakim tingkat banding, dan 65 tahun menjadi 60 tahun untuk hakim tingkat pertama.

Selain itu, pihaknya juga menolak permintaan lembaga lain, yakni Komisi Yudisial untuk berbagi tanggung jawab atau "share responsibility" dalam hal organisasi, administrasi, serta finansial.

"Ini juga ditolak oleh hakim seluruh Indonesia karena perjuangan hakim selama berpuluh-puluh tahun bahwa satu atap itu harga mati kalau diceraiberaikan lagi dalam berbagai atap nanti akan terjadi lagi hal serupa sebelum satu atap," katanya. (Ant)

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: