Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rentan Pelanggaran HAM, Menaker: Bisnis Perikanan dan Kelautan Masih Informal

Rentan Pelanggaran HAM, Menaker: Bisnis Perikanan dan Kelautan Masih Informal Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masih tingginya pelanggaran hak asasi manusia ( HAM) di sektor kelautan dan perikanan salah satunya didorong oleh sifat bisnisnya yang masih informal (tidak resmi). Kondisi informal tersebut membuat tidak adanya regulasi atau peraturan yang mengikat antara pemberi kerja dengan pekerja.

?Secara umum masalah utama sektor ini (kelautan dan perikanan) masih cukup banyak ditemui di berbagai bentuk informalitas ekonomi. Karena sifatnya yang informal, maka tingkat penyesuaiannya terhadap regulasi atau prinsip-prinsip HAM masih cukup menjadi pekerjaan rumah. Untuk itu, tantangan besarnya bagaimana mentransformasikan informalitas ekonomi di sektor kelautan dan perikanan ini agar menjadi lebih formal,? kata Hanif saat menghadiri Konferensi lnternasional tentang Perlindungan HAM di lndustri Perikanan di Jakarta, Senin (27/3/2017).

Ia menambahkan bila bisnis tersebut telah bersifat formal, maka harus menyesuaikan dengan peraturan yang ada. ?Sebagai contoh dalam kondisi informalitas, di mana hubungan kerja antara pemilik kapal dengan nelayannya masih belum formal sehingga tidak didasari kontrak kerja yang jelas. Pokoknya orang direkrut untuk kerja habis itu selesai,? tambahnya.

Ia pun mendorong agar ekonomi di sektor kelautan dan perikanan menjadi formal. Agar di satu sisi kontribusi terhadap negara meningkat, namun di sisi lain perlindungan tenaga kerja menjadi baik. ?Walaupun potensi di industri ini luar biasa, namun dia tidak akan pernah memberikan manfaat yang memadai bagi masyarakat di sekitarnya,? ujarnya.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastusi mengatakan masih banyak awak kapal dari Indonesia yang hak asasi dan manusianya tidak dijaga dan diabaikan. Bahkan, jumlahnya bisa mencapai ratusan ribu di seluruh dunia. "Mungkin, kalau kita membebaskan di China itu 1.000 orang, ABK Indonesia yang ada di luar negeri itu banyak sekali, ratusan ribu. Jadi kita ingin apa yang kita lakukan ini di-compliance,?diakui, dan dilegimitasi oleh dunia," kata Susi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Dewi Ispurwanti

Advertisement

Bagikan Artikel: