Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lika-liku Bisnis Kuliner, Mulai Perizinan Hingga Pemasaran

Lika-liku Bisnis Kuliner, Mulai Perizinan Hingga Pemasaran Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -

Bisnis kuliner tidak pernah sepi, namun bukan berarti tidak ada kendala maupun tantangan dalam menjalankan bisnis tersebut. Malah, lika-liku menjalani bisnis kuliner lebih kompleks mengingat produknya berupa makanan yang bisa kedaluwarsa alias basi. Pengusaha kuliner juga dituntut untuk cermat dan cerdas dalam mengurus perizinan hingga pemasaran produknya.

Pengusaha kuliner asal Makassar, Eva Dahriana (34), mengungkapkan lika-liku bisnis kuliner memang terbilang cukup menantang. Banyak hal yang harus dipersiapkan bagi pengusaha kuliner demi menggapai sukses atau setidaknya bertahan. Untuk perizinan, lanjut dia, sebenarnya tidaklah begitu sulit. Terlebih, pemerintah telah memudahkan pengurusannya, terkhusus bagi pelaku UMKM, seperti dirinya.

"Untuk akses perizinan sebenarnya sih tidak ada masalah. Cukup dengan mengurus sertifikasi produksi P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga). Lalu, ada pula untuk sertifikasi halal sekitar Rp2 juta. Untuk pelaku UMKM tentu harapannya bisa lebih dimurahkan, apalagi buat yang baru merintis usaha," kata pemilik brand Rumah Rumpu yang memproduksi ikan asap itu kepada Warta Ekonomi?di Makassar,?Minggu (2/4/2017).

Tantangan utama bisnis kuliner merujuk pada pengalamannya, Eva menuturkan yakni persoalan kemasan yang berdampak pada ketahanan makanan dan persoalan ketersediaan bahan baku. Khusus untuk kemasan, mantan pegawai Bank Mandiri itu mengaku sudah tiga kali melakukan perombakan guna mencari formulasi terbaik di antaranya menggunakan toples hingga plastik dengan perekat.

Eva mengatakan kemasan produk yang bermutu dan berdaya saing memang menjadi masalah klasik bagi para pengusaha di Makassar. Hal itu tidak lepas lantaran masih minimnya jasa desain maupun percetakan kemasan di Kota Makassar. Kalau pun ada, ia mengaku harganya mahal.

"Kalau pesan di Jawa memang murah, tapi baru dilayani bila order minimal 10 ribu bungkus," keluhnya.

Tantangan lain yang sampai saat ini belum bisa dipecahkan, Eva menyebut yakni ketersediaan bahan baku. Produk ikan asap bumbu cabe bawang dan ikan asing rica ala Rumah Rumpu sangat bergantung pada stok cabai dan ikan tuna. Permasalahannya, kedua komoditas tersebut ada kalanya sulit diperoleh di pasaran. Kalau pun ada, harganya melonjak dua sampai tiga kali lipat.

Eva menceritakan pihaknya sempat berhenti produksi, beberapa waktu lalu, lantaran harga cabai yang meroket di atas Rp100 ribu. Eva dilematis. Bisa saja produk ikan asapnya tetap diproduksi dengan konsekuensi harganya dinaikkan dari standar Rp25 ribu.

"Saya putuskan sejenak menghentikan produksi. Tidak mungkin untuk naikkan harga karena nanti daya beli konsumen bisa berkurang," ucap perempuan berhijab ini.

Tantangan yang tidak kalah penting untuk ditaklukkan, Eva memaparkan ada pada tahapan pasca-produksi. Penyusunan strategi pemasaran guna memperluas jangkauan penjualan produk sangat vital. Pemasaran ikan asap ala Rumah Rumpu sendiri masih bertumpu dari jaringan rekan-rekan Eva sewaktu masih kerja di Bank Mandiri. Selain itu, ia juga menitipkan produknya pada berbagai toko kuliner khas Makassar.

Untuk pemasaran melalui dunia maya, Eva menyebut masih terbatas pada media sosial, semacam Facebook, Blackberry Mesengger, dan WhatsApp. Ke depan, ia berencana memanfaatkan Instagram. Adapun untuk pemasaran melalui toko online, seperti Bukalapak, Tokopedia, Blibli, dan lainnya, dipastikan akan ditempuhnya. Karena itu, Eva bergabung dengan kegiatan Nurbaya Initiative dalam gerakan 100 ribu UMKM go online.

Eva optimistis bisnis kuliner yang dirintisnya sejak 2013 akan terus menapaki kesuksesan seiring dengan kerja keras dan cerdas yang dilakoninya. Eva bercita-cita usahanya akan go international kelak dengan ditopang pemasaran online. Toh, bisnis kuliner dengan spesifikasi ikan asap cukup menjanjikan. Ikan asap, disebutnya, banyak diburu oleh warga luar negeri. Tak heran bila ekspor ikan dari Sulsel ke luar negeri cukup besar.

Menurut Eva, ketimbang mengirim ikan mentah ke luar negeri, tentunya akan lebih bernilai tambah bila mengolahnya terlebih dulu. Lagi pula, kata dia, usaha ikan asap di Kota Makassar pun belum ada yang melirik.

"Saya ingin menjadikan ikan asap dari Rumah Rumpu ini menjadi oleh-oleh khas dari Makassar. Toh, makanan ini mudah dibawa dan bisa tahan satu sampai dua bulan bila disimpan di kulkas," tutur dia.

Lebih jauh, Eva memberikan tips bagi mereka yang baru merintis usaha agar tidak surut meski tak memiliki modal besar. Ditegaskan Eva, menggeluti dunia bisnis itu tidak semata membutuhkan modal besar, melainkan kerja keras dan strategi jitu.

"Buat yang baru ingin memulai, ya enggak usah pikirkan modal karena yang penting itu kemauan dulu. Usaha itu tidak butuh modal besar, cukup Rp100-Rp200 ribu sudah bisa jalan kok," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: