Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di depan Anak Sekolah, Presiden Filipina Ancam Bunuh Pengedar Narkotika

Di depan Anak Sekolah, Presiden Filipina Ancam Bunuh Pengedar Narkotika Kredit Foto: Antara/Reuters/Romeo Ranoco
Warta Ekonomi, Manila -

Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Senin (3/4/2017), mengatakan kepada anak-anak sekolah bahwa ia tidak akan ragu membunuh guna melindungi mereka dari bencana obat terlarang dan mendorong mereka mendaftar sebagai tentara untuk membela negara dari musuh.

Saat berbicara dalam acara Pramuka di istana presiden, Duterte tidak berbasa-basi, dengan mengatakan ia akan membunuh pengedar "jika Anda menyentuh anak-anak kami".

Duterte berulang kali menolak kecaman internasional tentang perang berdarah terhadap obat-obatan terlarang, saat lebih dari 8.000 orang tewas sejak dia berkuasa pada 30 Juni tahun lalu.

Polisi mengambil tanggung jawab untuk sepertiga dari kematian itu, dengan mengutip membela diri selama gerakan anti-narkotika.

Duterte juga mengatakan ia berencana untuk mengembalikan pelatihan militer dasar n di perguruan tinggi untuk menanamkan disiplin, meningkatkan tindakan keras pemerintah terhadap narkotika.

"Saya perlu tentara, saya perlu Pramuka. Siapa yang ingin menjadi tentara? "tanyanya." Saya bergantung pada kalian, apakah kalian siap? Jawab saya, anak-anak. Selalu mencintai negara." Duterte mengatakan negara telah menjadi terlalu libertarian saat anak muda menolak Pramuka dan program pelatihan militer dan mengonsumsi alkohol, melakukan perkelahian jalanan dan obat-obatan terlarang.

Pada Maret, seorang pensiunan polisi Filipina, dalam dengar pendapat dengan Senat mengaku membunuh hampir 200 orang saat menjadi anggota "pasukan jagal" di bawah Presiden Rodrigo Duterte saat masih menjabat wali kota Davao.

Arturo Lascanas mengaku berbohong pada sidang sama --untuk menyelidiki pembunuhan di luar hukum di bawah Duterte-- pada Oktober.

Dia terpaksa berbohong karena khawatir akan keselamatan keluarganya dan mendapat perintah dari kepolisian untuk "membantah semua hal".

Lascanas mengatakan membunuh 300 orang, sekitar 200 di antaranya saat menjadi anggota "pasukan jagal Davao". Dia terakhir kali menewaskan orang pada 2015.

Selain itu, Lascanas juga mengungkap dua pembunuhan yang dia lakukan terhadap pengkritik Duterte setelah mendapat instruksi dari seorang pengawal Duterte--yang saat itu masih menjadi wali kota.

Lascanas, yang sempat menangis di depan media saat pertama kalinya mengungkap cerita rahasianya dua pekan lalu, adalah orang kedua yang bersaksi di hadapan Senat terkait dugaan keterlibatan Duterte terhadap pasukan jagal anti-narkoba.

Pembela Duterte menolak tudingan tersebut dan menyebutnya sebagai rekayasa untuk merongrong sang pemimpin dan kebijakan anti-narkotikanya.

Duterte sendiri telah berulangkali membantah telah terlibat dalam pembunuhan ekstra judisial, baik sebagai presiden maupun selama 22 tahun menjabat sebagai wali kota Davao. Kepala kepolisian nasional Ronald dela Rosa, mantan kepala polisi kota Davao di bawah Duterte, menyebut keberadaan pasukan jagal tersebut sebagai mitos yang diciptakan oleh media.

Sementara itu, sejumlah kelompok pembela hak asasi manusia mencatat sekitar 1.400 pembunuhan mencurigakan di Davao saat Duterte menjadi wali kotanya. Mereka juga mengkritik kebijakan perang narkotika itu, yang menimbulkan dampak sama. (Ant)

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: