Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jaksa: Tuntutan Terhadap Ahok Sesuai Fakta Hukum

Jaksa: Tuntutan Terhadap Ahok Sesuai Fakta Hukum Kredit Foto: Antara/Miftahul Hayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ali Mukartono, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan penggunaan Pasal 156 untuk menuntut Ahok berdasarkan fakta hukum.

"Alternatif itu artinya memilih yang dipandang lebih terbukti oleh Jaksa. Jadi bukan tidak dimasukkan. Dari dua dakwaan alternatif, Jaksa memilih alternatif kedua, kenapa? Antara lain buku yang dibuat terdakwa diterima sebagai fakta hukum," kata Ali seusai sidang lanjutan Ahok dengan agenda pembacaan tuntutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4/2017).

Menurut Ali, di dalam buku terdakwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud pengguna Surat Al Maidah itu adalah elit politik.

"Kalau demikian maksud beliau maka ini masuk kategori umat Islam. Pengguna Al-Maidah itu siapa? golongan umat islam. Maka tuntutan Jaksa memberikan di alternatif kedua," kata Ali.

Soal pihaknya yang menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun terhadap Ahok, Ali menyatakan itu sudah sesuai dengan hal yang memberatkan dan meringankan oleh terdakwa.

"Sudah disampaikan yang memberatkan apa yang meringankan apa. Tetapi jangan dikatakan ringan atau tidak, itu relatif. Kami kalau memuaskan semua pihak tidak bisa, kan begitu. Kami punya pertimbangan sendiri, independen," ucap Ali.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun terhadap Ahok.

"Maka disimpulkan perbuatan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sudah secara sah, terbukti, dan meyakinkan telah memenuhi rumusan-rumusan unsur pidana dengan pasal alternatif kedua pasal 156 KUHP," kata Ali Mukartono, Ketua Tim JPU saat membacakan tuntutan tersebut.

Ali menyatakan sepanjang pemeriksaan dalam persidangan telah didapat fakta kesalahan terdakwa dan tidak ditemukan alasan pemaaf dan pembenar atas perbuatan terdakwa tersebut sehingga perbuatan terdakwa harus dijatuhi pidana.

"Pertimbangan memberatkan, perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan masyarakat dan menimbulkan kesalahpahaman masyakarat antar golongan rakyat Indonesia," tuturnya.

Hal meringankan kata dia, terdakwa mengikuti proses hukum dengan baik, sopan di persidangan, ikut andil membangun Jakarta, mengaku telah bersikap lebih humanis, dan timbulnya keresahan masyarakat karena adanya unggahan oleh orang bernama Buni Yani.

"Kami penuntut umum, menuntut Majelis Hakim memeriksa dan yang mengadili. Satu, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana di muka umum. Menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap satu golongan sebagaimana diatur Pasal 156 KHUP. Dua menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun dengan masa percobaan dua tahun," ucap Ali.

Sidang Ahok akan dilanjutkan pada Selasa (25/4) dengan agenda pembacaan pleidoi oleh pihak terdakwa.

Sebelumnya, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156a KUHP disebutkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Sementara menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: