Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI: Rata-rata Transaksi Repo Perhari Tembus Rp3 Triliun

BI: Rata-rata Transaksi Repo Perhari Tembus Rp3 Triliun Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -

Kepala Departemen Pengembangan Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengungkapkan tren transaksi repurchase agreement alias repo di Indonesia terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tercatat, transaksi repo di Indonesia sudah menembus Rp1 triliun hingga Rp4,6 triliun perhari.

"Tren transaksi repo terus meningkat dari tahun ke tahun. Transaksi repo perhari berkisar Rp1 triliun hingga Rp4,6 triliun. Bila dirata-ratakan transaksi repo perhari saat ini mencapai Rp2 triliun hingga Rp3 triliun," kata kata Nanang di Makassar, Sulawesi Selatan, belum lama ini.

Nanang memaparkan peningkatan transaksi repo dimulai sejak Februari 2016. Mulanya, pada Januari 2016 sama sekali belum ada transaksi repo. Baru pada Februari 2016, tercatat transaksi berkisar Rp100 miliar hingga Rp200 miliar yang kemudian melonjak hingga Rp500 miliar pada April 2016.

"Itu terus meningkat hingga perhari ini berkisar Rp1 triliun hingga Rp4,6 triliun per hari," ujarnya.

Peningkatan transaksi repo, Nanang menyebut seiring dengan semakin banyaknya perbankan yang meneken Global Master Repurchase Agreement (GMRA). Dari 106 bank di Indonesia, 76 di antaranya sudah meneken GMRA dan 46 di antaranya sudah aktif melakukan transaksi repo alias transaksi jual efek dengan janji beli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.

"Khusus untuk BPD, semua sudah meneken GRMA, meski baru separuhnya yakni 12 BPD yang aktif melakukan transaksi repo. BI bersama OJK akan terus mendorong perbankan untuk melakukan transaksi repo karena tidak hanya berdampak positif pada bank itu, tapi juga (menjaga kestabilan) pasar keuangan secara keseluruhan," urai Nanang.

Menurut Nanang, masih adanya bank yang belum melakukan transaksi repo, meski telah meneken GMRA, lebih karena belum terbiasa dengan sistem baru. Diakui Nanang, proses transaksi repo memang lebih ribet sehingga diperlukan peningkatan SDM. Karena alasan itu, pihaknya gencar melakukan sosialisasi dan workshop di sejumlah daerah.

Melalui sosialisasi pengelolaan likuiditas dan transaksi repo, Nanang mengharapkan pengembangan pasar bisa seiring dengan peningkatan kualitas pelaku pasar di antaranya mengenai kemampuan teknis, pemahaman regulasi dari BI dan OJK, serta wawasan mengenai kode etik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: