Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Marak Peretasan, Pakar: Hacker Juga Jadi Alat Politik

Marak Peretasan, Pakar: Hacker Juga Jadi Alat Politik Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) memandang perlu pemerintah mewaspadai protes lewat peretasan yang makin meningkat.

"Kegiatan 'hacktivist' makin meningkat di Tanah Air," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) Pratama Persadha dalam pesan tertulisnya, Kamis (11/5/2017).

Pakar keamanan siber itu mengemukakan hal itu terkait dengan peretasan dengan motif politik. Kali ini korbannya adalah situs resmi Pengadilan Negeri Negara yang beralamat di http://www.pn-negara.go.id/. Situs web itu, menurut CISSReC, pada Kamis pagi belum bisa diakses. Namun, petangnya ketika dibuka, sudah normal kembali.

Di halaman muka situs tersebut, kata Prarama, sebelumnya ada tampilan dari peretas yang memprotes penahanan terpidana kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

"Peretasan itu mengingatkan kasus beberapa waktu lalu yang menimpa Telkomsel. Peretas memprotes harga kuota internet yang mahal," katanya.

Menurut dia, peretasan dengan alasan politik sebenarnya sudah lama terjadi. Namun, makin vulgar beberapa waktu terakhir di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia. Karena makin mudahnya melakukan peretasan, lanjut Pratama, pihak-pihak yang merasa suaranya belum didengarkan oleh pemerintah atau publik memilih jalan meretas situs-situs pemerintah.

"Mereka bukan mengambil atau mengubah data, biasanya memang menyuarakan pendapat mereka di halaman muka dengan 'deface'," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).

Tahap Peretasan Ia menerangkan tahapan seorang melakukan peretasan, yakni mengumpulkan informasi , selanjutnya mengeksploitasi. Setelah mendapatkan akses masuk ke dalam sistem, peretas akan menaruh backdoor?dan maintain access, dan tahap terakhirnya adalah membersihkan clear log.

"Untuk peretasan PN Negara ini sekilas pelaku mencari cache?di Google, tanpa menyentuh sama sekali web PN Negara," kata Pratama.

Terkait dengan metode peretasan, menurut dia, yang paling banyak digunakan dan memungkinkan dalam hal ini adalah kombinasi antara injection, brute force login password, sensitive information disclosure?(root directory, php.info).

Karena makin banyak dan mudahnya melakukan peretasan, Pratama meminta instansi pemerintah dan instansi strategis lainnya harus memperkuat sistem mereka, tidak hanya website.

"Setelah mengembalikan situs yang terkena 'deface', ada baiknya segera dilakukan proses 'scanning' atau audit menyeluruh terhadap semua sistem agar diketahui apakah masih ada celah-celah keamanan di sana. Periksa juga apakah peretas menaruh 'backdoor' atau tidak di dalam sistem," katanya. (ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: