Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Duh, Utang Pemda ke BPJS Kesehatan Mencapai Rp1,2 Triliun

Duh, Utang Pemda ke BPJS Kesehatan Mencapai Rp1,2 Triliun Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Batam -

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI, Harry Azhar Azis menyatakan sejumlah pemerintah daerah belum membayarkan kewajibannya pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan total utang Rp1,2 triliun.

"Utang Pemda sebesar Rp1,2 triliun. Itu hasil audit 2015 dan hingga sekarang belum ada laporan lebih lanjut," kata Harry di Batam, Kepulauan Riau, Minggu (14/5/2017).

Sayang, Harry tidak bisa memberikan informasi rinci, daerah-daerah yang masih menunggak kepada BPJS Ketenagakerjaan, karena tidak membawa data lengkap dalam kunjungannya ke Batam.

Ia mengingatkan Pemda yang masih terkait utang untuk segera melunasi kewajibannya kepada BPJS Kesehatan. Selain utang, BPK juga mencatat sebanyak 155 daerah yang belum bersedia ikut dalam sistem BPJS Kesehatan dan masih menggunakan jaminan kesehatan daerah dan sebagainya.

Menurut dia, Jamkesda yang diterapkan pemerintah daerah memiliki kelemahan, karena tidak dapat berlaku secara nasional.

"Kelemahannya, kalau peserta Jamkesda kabupaten kota musti ke mendapat pelayanan di provinsi atau pusat, maka tidak bisa digunakan," kata pria yang pernah menjabat sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan Kepri itu.

BPK RI tidak hanya mengaudit laporan keuangan BPJS Kesehatan saja, melainkan juga audit pelayanan, audit kepesertaan, dan audit pembiayaan. Terkait audit pelayanan, ia menilai BPJS Kesehatan belum memberikan maksimal kepada masyarakat.

Harry menemukan sejumlah kasus, pasien yang merupakan anggota BPJS Kesehatan sampai terlantar akibat tidak mendapatkan pelayanan. Pernah, Harry menerima laporan pasien yang tidak mendapatkan perawatan di RS dengan alasan kamar penuh. Namun ketika dirinya menanyakan langsung ke BPJS, ternyata masih ada ruangan yang bisa digunakan.

"Jadi kalau tidak ada orang kuat, susah," kata dia.

Dan terkait audit pembiayaan, BPK mensinyalir ada yang tidak cocok dalam iuran kelas c. Sedangkan kelas a sudah ada kecocokan.

"Masalah iuran, informasinya kelas a, sudah 'match'. Yang belum itu kelas bawah," kata dia. (CP/Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: