Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Diminta Tegas Tindak Potensi Kerugian yang Dilakukan Freeport

Pemerintah Diminta Tegas Tindak Potensi Kerugian yang Dilakukan Freeport Kredit Foto: Freeport Indonesia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mendesak pemerintah untuk menindaklanjuti potensi kerugian dari indikasi pelanggaran lingkungan yang dilakukan PT. Freeport Indonesia. Dimana, indikasi pelanggaran lingkungan tersebut ditengarai menimbulkan kerugian senilai 185 triliun rupiah. Hal tersebut didasarkan pada laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Penerapan Kontrak Karya PT Freeport tahun 2013-2015.

Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP Indonesia, menegaskan, ?persoalan ini harus didalami dan dijadikan bahan pembahasan dalam proses renegosiasi Kontrak Karya Freeport yang saat ini tengah berlangsung. Persoalan lingkungan tidak kalah pentingnya dengan persoalan-persoalan lain dalam renegosiasi yang sebagian besar menyangkut aspek ekonomi seperti perpajakan, divestasi, dan kewajiban pembangunan *smelter* di dalam negeri.? ujarnya dalam pers rilis yang diterima di Jakarta, Senin (15/5/2017).

Sementara itu, Aryanto Nugroho, Manajer Advokasi PWYP Indonesia menambahkan, ?Dalam proses renegosiasi Kontrak Karya Freeport, pemerintah terkesan cenderung tidak berdaya, setelah terjadi saling ancam untuk melaporkan ke arbitrase, akhirnya pemerintah tetap mengeluarkan izin ekspor konsentrat untuk jangka waktu satu tahun ke depan melalui ketentuan IUP Sementara?yang notabene bertentangan dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.? katanya.

Lebihnya, Dimana, kebijakan yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang tersebut (PP Nomor 1 Tahun 2017) saat ini sedang digugat di Mahkamah Agung (MA).

Selain persoalan lingkungan, terdapat indikasi pelonggaran nilai bea keluar yang dikenakan kepada Freeport dari yang seharusnya 7,5%, menjadi hanya 5% seperti yang dilansir beberapa media.

PWYP Indonesia menilai, jika hal tersebut benar terjadi, maka menjadi potensi kerugian negara lagi. Pasalnya, tarif bea keluar yang dikenakan ke Freeport jika didasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 tahun 2017 perhitungannya didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian (*smelter*), dimana jika perkembangannya masih di bawah 30% maka dikenakan bea keluar sebesar 7,5%. ?Jika hal tersebut benar-benar terjadi, maka potensi kerugian negara atas selisih bea keluar dari ekspor konsentrat tembaga dengan kadar CU = 15% sesuai izin ekspor konsentrat yang diberikan Pemerintah kepada Freeport sejumlah 1.113.105 WMT (Wet Metric Ton).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: