Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Korut Minta AS Ubah Kebijakan Permusuhan Sebelum Gelar Pertemuan

Korut Minta AS Ubah Kebijakan Permusuhan Sebelum Gelar Pertemuan Kredit Foto: Antara/Reuters/Damir Sagolj
Warta Ekonomi, Seoul -

Wakil utusan Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Jumat mengatakan bahwa Amerika Serikat perlu mengubah "kebijakan permusuhan" terhadap negaranya sebelum melakukan pembicaraan.

Pembicaraan itu direncanakan seiring dengan peningkatan kekhawatiran Washington bahwa Pyongyang mampu membuat bahan kimia, yang dapat digunakan pada bom.

"Seperti diketahui semua orang, Amerika Serikat memberi isyarat pembicaraan," kata Wakil Duta Besar Korea Utara di PBB Kim In-ryong kepada wartawan pada Jumat (19/5/2017). "Tetapi, yang terpenting bukan lah kata-kata, melainkan tindakan," katanya menambahkan.

"Perbaikan kebijakan permusuhan terhadap Korea Utara merupakan prasyarat untuk menyelesaikan semua masalah di Semenanjung Korea," katanya.

Oleh karena itu, Ryong menilai masalah mendesak, yang harus diselesaikan di Semenanjung Korea, adalah mengakhiri kebijakan permusuhan AS terhadap Korea Utara, yang dipandang negerinya sebagai akar penyebab semua masalah.

Korea Utara, yang juga dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), bersumpah untuk mengembangkan sebuah peluru kendali (rudal) yang dipasangi hulu ledak nuklir dengan kemampuan menjangkau daratan AS.

Dikatakannya bahwa program tersebut diperlukan untuk melawan agresi Negeri Paman Sam itu.

Presiden AS Donald Trump dalam sebuah wawancara dengan Reuters memperingatkan pada akhir April bahwa sebuah "konflik besar" dengan Korea Utara kemungkinan terjadi, namun Trump mengatakan bahwa dia lebih memilih hasil diplomatik terhadap perselisihan mengenai program nuklir dan misilnya.

Trump kemudian mengatakan bahwa dia akan "merasa terhormat" untuk bertemu dengan pemimpin Korut, Kim Jong Un, melalui kondisi yang benar. Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri AS mengatakan bahwa negara tersebut harus menghentikan semua aktivitas ilegal dan perilaku agresifnya di wilayah ini tersebut.

Dewan Keamanan PBB pertama memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara pada tahun 2006 dan telah memperkuat langkah-langkah tersebut dalam menanggapi lima uji coba nuklir di negara tersebut dan dua peluncuran roket jarak jauh. Pyongyang mengancam uji coba nuklir keenam.

Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengemukakan kekhawatiran pada hari Jumat tentang sebuah aplikasi oleh Korea Utara guna mematenkan sebuah proses untuk memproduksi Natrium Sianida, yang dapat digunakan untuk membuat bom saraf Tabun dan juga digunakan dalam ekstraksi emas.

"Gagasan untuk membiarkan Sianida dimiliki Korea Utara, mengingat catatan mereka tentang HAM, tahanan politik, dan pembunuhan merupakan sikap yang tidak hanya berbahaya namun juga bertentangan dengan akal sehat," kata Haley dalam sebuah pernyataan.

Korea Utara mengajukan permohonan paten ke salah satu biro PBB, yaitu Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO), untuk diproses. Namun biro tersebut tidak memberikan hak paten.

Pengawas sanksi PBB menyatakan bahwa mereka menyelidiki kasus pelanggaran tersebut. Dengan sanksi PBB, setiap negara dilarang memasok Korea Utara dengan Natrium Sianida, dan Pyongyang harus meninggalkan semua upaya pengembangan senjata serta program kimia dan biologi.

WIPO mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka memiliki prosedur yang ketat untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap rezim yang terkena sanksi PBB. Dikatakan bahwa "permohonan paten tidak tercakup dalam ketentuan Resolusi Dewan Keamanan PBB".

Haley mengatakan, "Kami mendesak semua biro PBB bersikap terbuka dan menerapkan sepenuhnya pengawasan saat menangani permintaan semacam itu dari Korea Utara dan negara nakal lain." (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: