Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK: Sektor Kelapa Sawit Butuh Pendanaan Lembaga Keuangan

OJK: Sektor Kelapa Sawit Butuh Pendanaan Lembaga Keuangan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong lembaga keuangan untuk menyalurkan pembiayaan di sektor kelapa sawit. Saat ini terdapat beberapa inisiatif pendanaan dan proyek percontohan yang bernilai tinggi untuk mendukung petani kecil. Salah satunya ialah dengan memberikan akses terhadap modal bagi yang membutuhkan.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengatakan, skema tersebut termasuk dalam tanggung jawab sosial perusahaan swasta atau Corporate Social Responsibility (CSR) secara individu, serta merupakan perbaikan regulasi pemerintah dalam pengembangan program petani plasma.

"Di samping itu, beberapa bank nasional dan lembaga penyedia pinjaman swasta memainkan peranan penting dalam keuangan kelapa sawit. Sekitar 20 manager investasi mengendalikan 80 persen pendanaan ekuitas yang diinvestasikan ke dalam sektor kelapa sawit," ujar Muliaman di Hotel Double Tree, Cikini, Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Muliaman menambahkan, dukungan pendanaan juga diperlukan bagi pengembangan pembiayaan yang inovatif, dengan disesuaikan dengan kebutuhan agrobisnis kecil yang rentan. Selain itu, petani kelapa sawit bersifat padat karya, perkebunan merupakan pemberi kerja utama yang dapat membantu mendorong stabilitas sosial. Petani kecil juga merupakan pendorong keberlanjutan lingkungan hidup.

Menurut data WWF tahun 2013, Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekspor kelapa sawit terbesar di dunia. Total luas kebun kelapa sawit terus mengalami peningkatan, untuk total pengelolaan kebun kelapa sawit yang dikelola oleh petani kecil mempunyai luas sekitar 3,125 ha pada tahun 1979 menjadi 4,166,778 ha pada tahun 2014. Namun bila ditinjau dari segi ekonomi, petani kelapa sawit mempunyai posisi penting dan sekaligus paling rentan. Kerentanan mereka salah satunya diakibatkan oleh karakteristik komoditas kelapa sawit.

"Tandan Buah Segar (TBS) atau buah kelapa sawit harus diproses dalam 24 jam setelah panen untuk menjaga kualitas. Seringkali petani kecil tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk menjual dan memindahkan Tandan Buah Segar dengan cepat, sehingga kualitas Tandan Buah Segar mereka cenderung memburuk," jelas Muliaman.

Selain itu, ketidakpastian akses terhadap pasar, fluktuasi harga di pasar, dan kurangnya pengetahuan untuk mempertahankan kebun kelapa sawit, sehingga mengurangi produktivitas dan memperkuat ketergantungan mereka pada tengkulak dalam penjualan hasil panen untuk diproses.

Muliaman menambahkan, diperlukan pembiayaan yang menyasar pada petani kelapa sawit yang menerapkan konsep keberlanjutan.

"Melalui regulasi yang akan segera diterbitkan OJK mengenai Keuangan Berkelanjutan, diharapkan dapat menjembatani pembiayaan-pembiayaan yang berpihak pada petani kecil swadaya melalui pengembangan skema inovasi pembiayaan yang berkelanjutan. Dengan demikian, dapat mendorong terciptanya pembiayaan yang berkelanjutan," tutur Muliaman.

Keuangan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai bentuk dukungan menyeluruh dari sektor jasa keuangan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang dihasilkan dari keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

"Dengan demikian, sistem keuangan berkelanjutan harus menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan yang mampu menciptakan nilai ekonomi, sosial, dan ekologi dalam model, proses, dan praktik pendanaan atau investasi, menuju kestabilan sektor keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan," tukas Muliaman.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi

Advertisement

Bagikan Artikel: