Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jurus PDIP Incar Kursi Pimpinan, Terganjal Manuver Fraksi-Fraksi di DPR

Jurus PDIP Incar Kursi Pimpinan, Terganjal Manuver Fraksi-Fraksi di DPR Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Fraksi PDI Perjuangan mengaku heran dengan usulan beberapa pihak terkait penambahan enam kursi pimpinan MPR, dalam revisi Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

"Saya bingung juga. Itu yang aneh, itu pembicaraan kapan? Itu enggak masuk akal sehat," kata Arief Wibowo di Gedung Nusantara, Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Hal itu menanggapi pernyataan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo yang menyatakan ada usul penambahan enam kursi pimpinan di MPR, selain masing-masing dua kursi pimpinan pada DPR dan DPD. Politikus Golkar itu mengklaim wacana tersebut mencuat berdasarkan hasil kompromi.

Arief mengatakan munculnya wacana tersebut mencerminkan seluruh fraksi menginginkan memiliki perwakilan di pimpinan MPR. Menurut dia, hingga saat ini draft RUU MD3 terkait penambahan kursi pimpinan dewan masih seperti usulan semula, yakni di DPR dan MPR masing-masing bertambah satu kursi.

"Jadi, konsepnya 2-6-2. Di DPR tambah dua pimpinan, di MPR ditambah enam, di DPD tambah dua pimpinan," ujarnya.

Dia mengakui penambahan kursi pimpinan dewan pada perubahan kedua Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) bersifat politis. Arief menjelaskan usulan dari fraksi-fraksi di DPR agar PDIP juga memiliki wakil di pimpinan dewan, sebagai intensif dalam relasi pemerintah dan DPR agar tidak gaduh, sinergis, efektif, dan optimal saat bekerja.

"Karena apa? Karena PDI Perjuangan pemenang pemilu. Kedua, pengusung utama Presiden Jokowi," ujarnya.

Menurut dia, PDIP belum bersikap khususnya menyangkut penambahan masing-masing dua kursi pimpinan di DPD dan DPR serta enam kursi pimpinan di MPR. Dia juga berharap agar usul-usul yang berkembang memperhatikan beberapa hal misalnya apakah memenuhi unsur kepatutan dan kelayakan, menimbang situasi dan kondisi politik.

"Kita juga ingin mendengarkan, apa argumentasinya, hal-hal seperti itu harus dibahas secara seksama dan pada keputusan yang pasti, bukan wacana-wacana di luar," katanya. (ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: