Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Produk Alat Kesehatan, Baru Penuhi 10% dari Kebutuhan

Produk Alat Kesehatan, Baru Penuhi 10% dari Kebutuhan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum IndoHCF, DR. dr. Supriyantoro, SpP, MARS menjelaskan bahwa dasar pemilihan lima kategori tersebut didasarkan pada berbagai isu kesesehatan saat ini. Sebut saja terkait SPGDT bahwa persentase angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas masih menjadi yang tertinggi di Indonesia. Isu kedua ialah angka kematian ibu dan bayi juga masih tinggi.

Supriyantoro menjelaskan, produk alat kesesehatan dalam negeri hanya?mampu memenuhi 10 persen dari kebutuhan yang ada. Selanjutnya, terkait e?health, perkembangan IT yang pesat dengan banyaknya inovasi di bidang kesehatan di kalangan muda, perlu didorong dan diapresiasi pencapainnya.

Untuk diketahui, ajang IndoHCF Award ini merupakan program CSR dari idsMED, perusahaan distributor alat kesehatan berskala besar seperti perlengkapan kamar operasi, dll. Untuk itu, Ketua Umum IndoHCF, DR. dr. Supriyantoro, SpP, MARS mengajak para pelaku industri kesehatan untuk memanfatkan CSR secara tajam.

"Manfaatkan celah kegiatan yang belum dibiayai pemberintah, baik di pusat mapun di daerah. Contohnya ajang indoHCF ini, banyak peminat dari berbagai daerah yang berkesempatan menunjukkan kreatifitas mereka. Yang mendaftar di ajang ini sebanyak 194 karya dari 25 propinsi. Kami yakin masih banyak yang belum terungkap. Mutiara yang terpendam itu harus kita gosok terus," ujar Supriyantoro, dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (26/5/2017).

Supriyantoro menambahkan, sudah banyak alat kesehatan yang diciptakan oleh produsen lokal. "Alat banyak, tetapi nilainya murah. Value kita sangat murah. Padahal alat kesehatan kita banyak dan bagus. Ini yang perlu kita angkat ke permukaan hingga pasar global," katanya.

Sebagai contoh, inovasi alat kesehatan Videolaryngoscope yakni ?Black Box VL-Scope yang diklaim murah hanya terdiri dari bilah laryngoscope biasa serta berbagai bentuk modifikasinya dan sebuah kamera endoskopi.

"Harganya sesuai permintaan. Bisa mulai dai 200 ribuan hingga 1 jutaan. Kelebihannya alat ini merekam audiovisual yang terjadi selama proses laringoskopi dan hasilnya dapat disimpan berupa softcopy di dalam komputer atau smartphone. Produk impor harganya bisa puluhan juta dan hanya merekam visual saja," kata dr. Soni Sunarso Sulistiawan, SpAn, FIPM, penemu Black Box VL-Scope.

Soni menguraikan, pembuatan Videolaryngoscope ini dipadukan dengan sebuah perangkat lunak dan layar komputer jinjing. Proses laringoskopi dapat terlihat dari layar yang dapat dihubungkan ke layar komputer maupun smartphone.

Temuan alat kesehatan yang juga menarik ialah peserta dari SMA Muhammadiah Sidoarjo yang menciptakan Kursi Roda listrik bagi pasien disabilitas dan lansia yang membantu untuk berdiri otomatis dengan kontrol joystick. "Kursi ini kita jual 10 juta saja. Kalau yang dari luar tentu lebih mahal," kata Tasya, perwakilan inovator kursi roda listrik tersebut.

Ada pula inovasi Renograf Terpadu untuk mendeteksi fugsi ginjal dan kelenjar thiroid. Alat ini ditaksir seharga Rp900 juta, jauh lebih murah dari produk kompetitor luar negeri yang mencapai Rp15 miliar.

Kemudian sendi lutut hasil inovasi anak negeri yang bisa dipesan sesuai ukuran dan harganya berkisar antara Rp6 juta hingga Rp7 juta. Tentu jauh berbeda dengan produk impor yang pastinya berbeda dengan ukuran sendi orang indonesia, yang harganya bisa mencapai Rp22 juta.

Untuk itu, inovasi alat kesehatan lokal terbaik, yang berhasil masuk 10 besar ajang Indonesia Healthcare Forum atau IndoHCF Innovation Award 2017 akan didorong untuk masuk pasar global mengingat ?harga yang terjangkau dan efektif dalam penggunaannya.

"Partisipan dalam ajang IndoHCF Award ini sangat berkualitas, sehingga mereka bersaing semakin ketat. Karena memang bakat dan talenta inovator lokal kita saat ini very impression. Jadi kita bisa bawa inovasi kita ke luar negeri. Sehingga ke depan kita akan banyak meng-atack pesaing di luar sana," kata Rufi Susanto, Executive VP & Senior Managing Director idsMED.

Rufi menjelaskan, idsMED saat ini telah berada di 8 negara, sehingga ketika karya terbaik anak negeri yang layak untuk masuk pasar industri kesehatan global, langsung bisa dipasarkan. Apalagi harganya kompetitif.

"Kita harus percaya diri. Jangan hanya manfaakan produk luar negeri (diimpor) kemudian pasang di sini. Ini merendahkan inovasi atau karya anak bangsa," kata Rufi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi

Advertisement

Bagikan Artikel:

Berita Terkait