Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perundingan Damai Myanmar Berakhir Tanpa Hasil Signifikan

Perundingan Damai Myanmar Berakhir Tanpa Hasil Signifikan Kredit Foto: Reuters/Jorge Silva
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebuah konferensi perdamaian untuk mengakhiri konflik etnis beberapa dekade di Myanmar berakhir pada hari Senin (29/5/2017) tanpa mencapai kesepakatan yang signifikan antara pemerintah dan pemberontak, lapor TV pemerintah.

KTT enam hari di ibukota Naypyidaw tersandung pada seruan pemberontak untuk otonomi yang lebih besar, di tengah kekhawatiran akan federalisme yang dapat menyebabkan perpecahan di negara tersebut.

Perwakilan dari pemerintah, kelompok pemberontak, parlemen dan partai politik menandatangani sebuah kesepakatan mengenai 37 dari 45 prinsip federal yang diusulkan sebagai bagian dari Union Peace Accord pada hari Senin (29/5/2017).

Namun, juru bicara kepresidenan Zaw Htay mengatakan kesepakatan mengenai konstitusi individu dan penentuan nasib sendiri oleh mereka tidak dapat dicapai kecuali kelompok pemberontak berjanji "tidak memisahkan diri dari kesatuan".

"Karena isu-isu tersebut akan dibahas dalam paket, kami tidak dapat melangkah lebih jauh tanpa kesepakatan mengenai pemisahan diri," katanya kepada wartawan di akhir konferensi, sebagaimana dikutip dari laman Channel NewsAsia, di Jakarta, pada Selasa, (30/5/2017).

Sebuah aliansi dari tujuh kelompok pemberontak utama, termasuk tiga yang sebelumnya dilarang bergabung dalam perundingan damai, keluar dari perundingan pada hari Sabtu (27/5/2017) setelah mereka tidak diizinkan untuk mempresentasikan proposal mereka.

Konflik, yang sebagian besar mempengaruhi daerah di Kachin utara, Shan timur laut dan negara bagian Rakhine bagian barat, telah berlangsung sejak kemerdekaan pada tahun 1948. Kelompok etnis menginginkan sebuah undang-undang federal baru yang menjanjikan otonomi dapat diajukan ke sebuah referendum.

Konstitusi federal Myanmar sebelumnya digantikan oleh peraturan militer setelah kudeta tahun 1962.
Kekerasan di wilayah timur baru-baru ini mencapai tingkat yang sebanding dengan pertempuran sengit tahun 1980an. Puluhan ribu orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Penasihat Negara Aung San Suu Kyi menggambarkan kesepakatan tersebut pada 37 prinsip sebagai langkah signifikan menuju perdamaian, rekonsiliasi nasional dan sebuah serikat federal yang demokratis.

"Pembangunan bangsa adalah proses yang terus berlanjut," katanya dalam sebuah pernyataan yang dimuat di halaman Facebook kantornya.

"Seiring kita menyelesaikan satu tahap, kita harus mulai tahap berikutnya,? tambahnya

"Saya ingin mendesak semua organisasi dan individu yang belum berpartisipasi dalam konferensi ini untuk bergabung dengan kami." pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: