Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPPOD: Keputusan MK Hambat Deregulasi

KPPOD: Keputusan MK Hambat Deregulasi Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut kewenangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) membatalkan peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah (perkada) dinilai dapat menghambat proses deregulasi yang menjadi fokus utama pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Ketika pemerintah sedang melakukan percepatan deregulasi atau reformasi regulasi di tingkat daerah, ini kan (keputusan MK) dapat menjadi penghambat,? kata Peneliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Mohammad Yudha Prawira dalam diskusi di Jakarta, Selasa (20/6/2017).

Sebelumnya, hakim MK menyatakan kewenangan pembatalan perda oleh Kemendagri sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam penelitian KPPOD, lanjut dia, saat ini ada sekitar 3.000-an perda yang dianggap bermasalah namun telah berlaku. Menurut Yudha, pencabutan kewenangan Mendagri membatalkan perda juga akan menghambat program yang telah direncanakan pemerintah pusat.

"Misalnya, daerah tidak mampu atau cenderung lambat dalam menyesuaikan dengan peraturan yang diberikan pemerintah pusat," kata dia. Peneliti KPPOD lainnya, Armand Suparman mencontohkan beberapa perda yang berpotensi menimbulkan pungutan liar. Perda Kabupaten Pangkajene Kepulauan Nomor 5 Tahun 2011, misalnya. Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak hotel wajib melegalisasi/perforasi bon penjualan (bill) kepada kepala dinas, kecuali ditetapkan lain oleh kepala dinas.

Kemudian apabila wajib pajak hotel tersebut melegalisasi bon yang tidak legal akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda Rp10.000 per bulan. Armand mengatakan, tidak ada landasan hukum atas keberlakuan regulasi tersebut, baik untuk melegalisasi bon maupun sanksi. "Ini berpotensi pungutan liar dari kepala dinas," kata Armand.

Selain itu, lanjut Armand, perda-perda daerah juga ada yang dinilai bertentangan dengan hak asasi manusia yang sudah dijamin oleh negara. Misalnya, Perda Kota Bekasi Nomor 18/2011 dan Perda Kabupaten Karawang Nomor 1/2011 yang terkait pengisian lowongan pekerjaan memprioritaskan warga sekitar perusahaan sekurang-kurangnya 60 persen. Apabila tidak memenuhi kuota, maka dapat diisi warga dari dalam wilayah Kota Bekasi.

KPPOD menilai, regulasi tersebut bertentangan dengan UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa setiap warga punya kesempatan yang sama tanpa diskriminasi dalam memeroleh pekerjaan. "Merupakan hak dasar bagi warga untuk bergerak ke mana pun dan mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak," kata dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi

Advertisement

Bagikan Artikel: