Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

When BCA by Your Side (2/3)

When BCA by Your Side (2/3) Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dari sisi aset, BCA masuk bank BUKU IV (bank bermodal di atas Rp30 triliun) membukukan angka Rp676,7 triliun atau berada di urutan ke-3 setelah BRI di nomor satu dengan aset Rp944,8 triliun dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan aset Rp894,4 triliun. Meski dari sisi aset kalah dari dua bank BUMN tersebut, tapi dari sisi pencetakan laba, BCA mampu membukukan angka Rp20,6 triliun pada 2016 atau di bawah BRI yang mencatat laba Rp26,2 triliun periode yang sama. Bagi pemegang saham BCA, tidak begitu penting masuk kategori bank nomor satu atau dua atau tiga, yang penting profit terus meningkat dan angka kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) bisa terkelola dengan aman.

Nah, untuk mengejar profit, sudah barang tentu tidak ada pilihan bagi Jahja Setiaatmadja dan jajaran direksi BCA kecuali menggelontorkan sebesar mungkin kredit, namun dengan tetap bersikap hati-hati (prudent). BCA dikenal sebagai bank yang konservatif dalam urusan pengucuran kredit. Maklumlah, ketika kucuran kredit semakin besar, potensi angka NPL pun melonjak. BCA membukukan NPL di bawah 2% jauh dari patokan ambang yang dipatok regulator sebesar 5%. Per Maret 2017, outstanding kredit mencapai Rp409 triliun atau melonjak 9,4% dibanding periode yang sama tahun 2016. Dari total alokasi kredit sebesar itu, kredit korporasi sebesar Rp152,6 triliun, kredit komersial dan UKM Rp144,7 triliun, kredit konsumer Rp111,7 triliun, kartu kredit Rp10,5 triliun.

Apa yang menarik dari pergerakan mesin pencetak laba BCA ini, adanya indikasi pergeseran fokus BCA yang semakin melirik sektor konsumer. Data tiga tahun terakhir memperlihatkan pergerakan alokasi kredit konsumer BCA terus meningkat sedikitnya 8%-10% sejak 2013 sampai kuartal pertama 2017. Apabila merujuk data yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2017, secara industri perbankan secara menyeluruh, laju pertumbuhan kredit konsumer tumbuh sebesar 9,2% secara year-on-year (yoy) atau naik dari periode yang sama 2016 sebesar 9,13%. Dalam pembayangan Anggoro Eko Cahyo, Direktur Konsumer BNI, kredit konsumer bisa tumbuh 15%-20% pada 2017. Dengan gambaran ini mengonfirmasi bahwa pilihan untuk menggarap kredit konsumer bukan tanpa alasan oleh BCA.

Secara akal sehat (common sense), hal ini wajar-wajar saja. Pada saat kondisi perekonomian nasional belum berjalan optimal dan masih terimbas ketidakpastian perekonomian global?seperti ketidakjelasan politik luar negeri Amerika Serikat, melambatnya perekonomian China, Eropa yang masih belum pulih dari krisis?daya serap kredit korporasi dan komersial akan ikut meredup. Ditawari bunga kredit ringan sekali pun belumlah terserap optimal. BCA sebagai bank publik (Tbk) dituntut untuk terus bertumbuh dari sisi profit dan aset. Untuk mengejar target itu, pilihan pun jatuh ke sektor consumer, misalnya properti, seperti kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB).

Siasat Jahja Setiaatmadja dan BOD BCA untuk menarik minat konsumen belanja rumah dan mobil dengan mengiming-imingi bunga lebih rendah dari bank lainnya, plus layanan cepat dan profesional. Siasat ini jitu memang. Kredit properti melonjak, begitu juga KKB. Bukan tanpa alasan Jahja melirik sektor konsumer dan kendaraan bermotor. Di dua sektor itu, industri pendukung (supporting industry) banyak sekali yang bakal ikut kecipratan. Ambil contoh industri properti akan membutuhkan sokongan pabrik semen, pabrik keramik, pabrik genteng, pabrik furnitur, pabrik kaca, dan printilan lainnya. Begitu juga dengan otomotif, membutuhkan sokongan besar dari industri komponen otomotif yang daftarnya ratusan item. Jadi, ketika BCA menginjeksi kredit ke kedua sektor tadi akan ikut berpartisipasi menggerakkan begitu banyak industri lainnya yang ujung-ujungnya akan menggerakkan roda perekonomian nasional.

Strategi BCA itu berhasil mendongkrak perolehan laba yang terus bertumbuh. Kurun lima tahun terakhir (2012?2016) grafik perolehan laba terus meningkat bisa di atas 10%. Selain itu, efisiensi di internal pun terus dilakukan sehingga cost of funds semakin menurun yang pada akhirnya akan ikut menambah pundi-pundi profit BCA. Yang bikin bank yang didirikan oleh Liem Sioe Liong (Sudono Salim), Founder Salim Group ini, seperti agresif dalam mencetak laba karena tingkat kepercayaan nasabah terhadap bank ini terbilang tinggi. Itu terlihat dari angka perolehan dana dari program pengampunan pajak (tax amnesty) sebesar Rp50 triliun. Dana ini menurut aturan program TA harus mengendap di dalam negeri minimal tiga tahun entah di pos deposito bank atau untuk belanja produk investasi lain di pasar modal atau pasar uang.

BCA pun mengakui aliran dana TA ini ikut memberi kontribusi dalam menambah pundi-pundi laba bank. Hal yang sepertinya tidak bisa dimungkiri, bahwa pelayanan (service excellence) front office BCA patut diacungi jempol. Keramahan sejak pertama tiba di pintu masuk bank hingga pelayanan di dalam kabin bank dikerjakan dengan cepat dan profesional tanpa kehilangan sentuhan humanistik kepada setiap nasabah. Apalagi bank ini disokong dengan layanan 10.934 mesin ATM (2014) dan EDC yang tersebar luas di setiap pelosok dan merchant plus keandalan dan keamanan fitur internet banking dan mobile banking. Tidaklah mengherankan dengan semua kelengkapan produk dan pelayanan prima BCA, bank yang berdiri pada 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV ini menjadi pilihan publik secara luas. Hal itu terkonfirmasi dari penghargaan Indonesia Netizen Brand Choice Award 2017 untuk kategori bank versi majalah Warta Ekonomi 2017.

BCA juga tercatat sebagai Indonesia Most Admired Company (IMACO) versi majalah Warta Ekonomi 2017 dan beberapa tahun sebelumnya. Penghargaan ini merujuk hasil riset yang memantau sejumlah indikator, seperti rasio keuangan, corporate image, product image, social image, dan global competitiveness image. Di luar itu, sederet penghargaan dari berbagai lembaga menempel di dada BCA. Misalnya, The Best Bank 2016 untuk lima kategori (Best Consumer Choice, Best Reputation Bank, Best Digital Bank, Most Reliable Bank, dan Best Performance) dari majalah Warta Ekonomi. Lalu, penghargaan The Top Brand Award dari Frontier Consulting & Majalah Marketing. Dari luar negeri, BCA mendapat penghargaan Gallup Great Workplace Award atas prestasi mengelola SDM melalui program perekrutan secara profesional dan pelatihan berkelanjutan. Layanan call center Hallo BCA pun menyabet penghargaan Contact Center Service Excellence Award 2017 dari kolaborasi Center for Customer Satisfaction and Loyalty dan majalah Service Excellence.

Info terbaru, BCA masuk sebagai salah satu dari 2.000 perusahaan kelas dunia versi majalah Forbes. Kalau mau dirinci lagi, daftar penghargaan itu masih sederet lagi. Dari seabrek penghargaan tersebut, boleh dibilang hampir di semua sudut entah itu produk dan layanan BCA, mengais pengakuan dari publik. Penghargaan ini bisa menjadi salah satu tolok ukur betapa memang manajemen BCA sangat serius menjadikan bank ini sebagai the most trust bank di dalam negeri.

Menurut Dimas Setiaji, analis pasar modal dari NH Korindo, kalau melihat dari sisi brand dan tingkat kepercayaan terhadap BCA terbilang tinggi dibandingkan dengan bank-bank BUKU IV lainnya. Salah satu indikator yang kasat mata menjadi rujukan yakni jumlah dana repatriasi program amnesti pajak yang mengalir ke BCA mencapai Rp50 triliun. Jumlah tersebut terbesar di antara bank-bank lainnya.

"BCA merupakan bank swasta dengan brand?paling dipercaya dan kinerja paling cemerlang," tandas dia.

Sumber: Majalah?Warta Ekonomi?Edisi VI

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: