Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menkeu Nilai Butuh Kerja Sama Internasional untuk Genjot Pajak

Menkeu Nilai Butuh Kerja Sama Internasional untuk Genjot Pajak Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menilai butuh kerja sama internasional untuk menggenjot penerimaan pajak Indonesia. Rendahnya penerimaan pajak salah satunya disebabkan tax planning (penghindaran pajak) secara agresif dan rendahnya rasio pajak Indonesia.

"Kebijakan penerimaan pajak yang baik dengan kerja sama internasional membuat kami bisa mempertahakan penerimaan pajak yang baik. Tentunya seperti yang disebutkan Furusawa (Deputy Managing Director IMF), penerimaan pajak yang baik bisa digunakan untuk mengejar Millenium Development Goal's (MDG'S) dan pembangunan," ujar Sri Mulyani saat menghadiri IMF-Indonesia High-Level Conference di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (12/7/2017).

Dia menjelaskan bahwa kerja sama internasional dibutuhkan karena tantangan perpajakan di era globalisasi semakin kompleks dan beragam. Hal ini karena globalisasi dinilai dapat menghilangkan batas-batas negara dalam hal perpajakan, sehingga butuh kerja sama lintas negara untuk mengatasi hal ini.

"Globalsiasi berarti kita butuh pertumbuhan yang baru dan kerja sama untuk jawab tantangan perpajakan. Kerja sama antar negara tentunya secara cepat dilakukan. Sebagai hasil globalisasi, bussiness activities berubah juga dan membuat perusahana besar memanipulasi perpajakan. Agressive tax planning saat ini menjadi hal yang biasa dilakukan perusahaan multinasional. Multi high wealth people juga melakukannya, dan ini tidak baik bagi keadilan," jelas Sri Mulyani.

Menurutnya, inilah pentingnya kerja sama internasional untuk memerangi tax planning dan mengejar wajib pajak yang menyembunyikan hartanya di negara lain. "Kerja sama bisa menggiring kita untuk memahami agressive tax planning dan menekan imbas buruknya. Kita butuh penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan Rumah Sakit, sekolah, dan mengurangi ketimpangan," tuturnya.

Indonesia sendiri saat ini telah mendukung penerapan pertukaran informasi data keuangan (Automatic Exchange of Information/AEoI) dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).?

"Saya pikir kita berbagi tantangan yang sama. Indonesia percaya bahwa cara untuk menekan praktik penghindaran pajak, yakni dengan menerapkan BEPS action dan AEoI secara konsisten. Jelas bahwa kerja sama perpajakan sangat kritis untuk dilakukan. Tanpa kerja sama dan pertukaran informasi kita tak akan bisa menang melawan ini," tuturnya.

Dia berharap ke depan akan semakin banyak negara yang turut mendukung penerapan BEPS action dan AEoI. Karena menurutnya, menilai masalah pajak ini tidak hanya dihadapi oleh Indonesia. Negara lainnya juga turut mengalami hal yang serupa, khususnya untuk peningkatan penerimaan negara.

"Saya mengajak negara lain yang belum menerapkan BEPS dan AEOi untuk mulai berpikir menggunakan alat ini untuk menciptakan level of playing field," tukasnya.

Diharapkan, kerja sama keterbukaan informasi perpajakan secara internasional ini mampu berdampak positif bagi penerimaan negara. Tak hanya Indonesia, namun juga penerimaan negara lainnya yang turut bergabung pada kerja sama AEoI.

"Pemerintah butuh ini dari pajak, dan pajak sebagai sumber untuk meningkatkan infrastuktur sekaligus menarik investasi. Pajak adalah sumber utama dari penerimaan," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi

Advertisement

Bagikan Artikel: